Bawaslu Terima 1.271 Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu 2024, Mulai Administrasi Hingga Tindak Pidana
Bagja menyebut, pelanggaran Pemilu itu bermacam-macam, mulai dari pelanggaran administrasi hingga dugaan tindak pidana.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja mengatakan, hingga kini pihaknya menerima 1.271 laporan dan 650 temuan terkait dugaan pelanggaran pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Sampai tanggal 26 Februari 2024 kami menerima 1.271 laporan, 650 temuan," kata Bagja dalam jumpa pers di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Baca juga: Bareskrim Polri Tangani 20 Kasus Politik Uang di Pemilu 2024, Sebagian Sudah Masuk Tahap Penyidikan
Bagja menyebut, pelanggaran Pemilu itu bermacam-macam, mulai dari pelanggaran administrasi hingga dugaan tindak pidana.
"Ini terbagi atas pelanggaran dugaan administrasi, dugaan tindak pidana Pemilu, dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dan juga dugaan pelanggaran hukum lainnya," ujarnya.
Dia menuturkan, dari jumlah tersebut pihaknya hanya meregistrasi 480 laporan dan 541 temuan.
Baca juga: Bawaslu Belum Dapat Ungkap Perkara Jual Beli Surat Suara di Malaysia
"Ada 104 temuan belum terregistrasi," ungkap Bagja.
Sementara, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro membandingkan kasus dugaan pelanggaran Pemilu di 2019 dan 2024.
Djuhandani mengatakan, pada Pilpres 2019, total ada 849 perkara yang meliputi laporan dan temuan.
"Kemudian dalam proses diteruskan ke kepolisian ada 367 dan 482 kasus dihentikan itu di tahun 2019," ucapnya.
Sementara untuk Pemilu 2024, dia menuturkan bahwa sampai saat ini pihaknya menerima laporan dan temuan sebanyak 322 kasus.
Djuhandani menjelaskan, dari jumlah tersebut, sebanyak 149 yang sedang dikaji, 108 dihentikan, dan 65 kasus ditangani oleh kepolisian.
Baca juga: Nonaktifkan PPLN, KPU RI Ambil Alih Proses Pemungutan Suara Ulang di Kuala Lumpur
"Terhadap 65 kasus tersebut, 16 perkara masih dalam proses penyidikan, 12 perkara dihentikan atau di SP3, kemudian 37 perkara sudah di tahap 2 dan sudah ada beberapa sudah vonis dan inkrah," tegasnya.
Dia menambahkan, jika dibandingkan dengan tahun 2019, perkara yang naik sampai dengan tahap 2 ada sekitar 314 kasus.