Feri Amsari Cium Upaya Penggelembungan Suara PSI untuk Alihkan Isu Hak Angket
Lebih lanjut, mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas itu menyentil pollster dan analisis politik yang tidak angkat
Editor: Acos Abdul Qodir
Feri menegaskan, wacana menggulirkan hak angket semestinya semakin menguat dengan munculnya penggelembungan suara PSI. Sebab, ini mengindikasikan ada hal-hal yang tidak benar pada Pemilu 2024 yang harus diselidiki di parlemen.
Adapun, subjek hukum dari hak angket adalah eksekutif dan dalam konteks ini adalah Presiden Jokowi, karena dia secara terbuka mengatakan cawe-cawe dalam Pemilu 2024 dan secara terbuka mengatakan menggunakan data intelijen untuk mengetahui dapur parpol lain.
Kalau KPU, ujarnya, bukan lembaga eksekutif tetapi komisi independen. Meski demikian, DPR bisa memanggil KPU untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Feri mencontohkan, Presiden Amerika Serikat (AS) Richard Nixon dimakzulkan dan mundur dari jabatan presiden karena cawe-cawe menggunakan data intelijen untuk mengetahui ‘dapur’ parpol lawannya.
Baca juga: Peningkatan Suara PSI Janggal, Nasdem Minta KPU Percepat Hitung Manual
Dia menambahkan, syarat untuk mengajukan hak angket bukan hal sulit karena membutuhkan tandatangan 25 anggota DPR dari dua fraksi berbeda.
Kemudian, untuk mengegolkan hak angket harus memenuhi syarat rapat paripurna dihadiri 288 anggota DPR dan setengah dari anggota yang hadir menyetujui hak angket.
“Angkanya mudah sekali. Seharusnya dengan PDI Perjuangan, Partai Nasdem, PKS, PKB, PPP total ada 314 kursi,” katanya. (Tribunnews/Yls)