Pengamat: Masuk Akal Jika Suara PSI Mengalami Lonjakan
Pengamat politik, Boni Hargens, menilai masuk akal jika suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Pemilu 2024 mengalami lonjakan.
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik, Boni Hargens, menilai masuk akal jika suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Pemilu 2024 mengalami lonjakan.
Boni Hargens menjelaskan masud penilaiannya tersebut.
“Karena kita sekarang ada di fase sejarah saat banyak orang mengejar perubahan, menuntut perubahan,” kata Boni kepada wartawan, Rabu (6/3/2024).
Boni melanjutkan, perubahan yang dimaksud bukan perubahan fisik saja, tapi juga perubahan paradigma pembangunan.
“Karena itu, tentu saja banyak orang muda di luar sana yang mulai meragukan kita-kita yang lahir lebih dulu, meragukan institusi-insitusi yang sudah mapan. Lalu mereka mencari tempat baru. Salah satunya ke PSI,” kata dia.
Memang ada kecurigaan soal lonjakan suara PSI tersebut.
Menurut Boni, kecurigaan itu lahir karena ada aplikasi yang tidak trustworthy, yaitu Sirekap.
Baca juga: Soal Dugaan Penggelembungan Suara PSI, KPU: Ketidakakuratan Terjadi Tidak Hanya pada Satu Partai
“Aplikasi itu dan orang-orang yang mengurusnya mungkin gagal mempertanggungjawabkan kinerja mereka. Kalau aplikasi itu tidak beres, ya perlu dihentikan. Supaya kecurigaan tidak meluas,” kata Boni.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menilai penambahan dan pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal yang wajar.
"Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut," kata Grace dalam keterangan tertulis, Minggu (3/3/3034).
Grace pun mempertanyakan kenapa hanya PSI yang menjadi sorotan.
Baca juga: Tak Seperti PSI, Pengamat Sebut PPP Punya Sejarah Lolos ke Parlemen Meski Diragukan Lembaga Survei
"Bukankah kenaikan dan juga penurunan terjadi di partai-partai lain? Dan itu wajar karena penghitungan suara masih berlangsung," kata Grace.
Grace kemudian membandingkan perbedaan antara hasil quick count dengan rekapitulasi KPU juga terjadi pada partai-partai lain.
Grace mengatakan Dalam lembaga survei Indikator Indonesia, PKB meraih hasil 10,65 persen, tapi berdasarkan rekapitulasi KPU mencapai 11,56 persen atau ada penambahan 0,91 persen.
Contoh lain disebut Grace, yakni suara Partai Gelora yang berdasarkan quick count 0,88 persen, sementara rekapitulasi KPU 1,44 persen alias selisih 0,55 persen.
PSI sendiri, menurut hitung cepat Indikator, ada di angka 2,66 persen sementara rekapitulasi KPU ada di 3,13 persen atau selisih 0,47 persen. Selisih PSI, kata Grace, lebih kecil dibanding kedua contoh sebelumnya.
Grace juga mengatakan saat ini lebih dari 70 juta suara belum terhitung.
"Dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi di mana PSI mempunyai potensi dukungan yang kuat. Kita tunggu saja hasil perhitungan akhir KPU. Jangan menggiring opini yang menyesatkan publik," pungkas Grace.
Dalam catatan Tribunnews.com, Suara PSI meroket hanya dalam waktu tiga hari berdasarkan hasil hitung suara manual atau real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari 29 Februari hingga 2 Maret 2024.
Dalam rentang waktu tersebut, suara PSI bertambah hingga 230.361 suara per Sabtu (2/3/2024) pukul 15.00 WIB.
Berdasarkan hasil real count KPU pada Kamis (29/2/2024) pukul 10.00 WIB, suara PSI baru mencapai 2.171.907 atau 2,86 persen.
Suara total yang masuk berdasarkan Sirekap pada saat itu 65,48 persen atau berasal dari 539.084 TPS dari total keseluruhan 823.236 TPS.
Alhasil dengan tambahan tersebut, raihan suara partai yang dipimpin Kaesang Pangarep itu kini mencapai 2.402.268 atau 3,13 persen.
Sementara, total suara yang masuk berdasarkan hasil Sirekap pada Sabtu pukul 15.00 WIB mencapai 541.324 TPS atau 65,76 persen.
Artinya, partai pimpinan putra bungsu Presiden Jokowi itu mampu memperoleh tambahan 230 ribu itu dari 2.240 TPS.