Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

'Bukan Koalisi Gemuk tapi Koalisi Gemoy'

Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Maruf Amin akan menyerahkan tongkat estafetnya untuk lima tahun mendatang.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in 'Bukan Koalisi Gemuk tapi Koalisi Gemoy'
Instagram @prabowo
Paslon 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Rekonsiliasi ini dianggap sebagai kunci menuju persatuan nasional yang diperlukan untuk kemajuan bangsa.

“Harus, rekonsiliasi itu penting karena untuk menjadi negara maju perlu persatuan nasional sehingga kami mendukung adanya rekonsiliasi nasional,” kata Budi.

Dalam pandangannya, rekonsiliasi bakal memungkinkan pelaksanaan program-program besar dari pemerintahan Prabowo-Gibran dengan dukungan dari berbagai pihak.

Meskipun beberapa pihak menyebut kemungkinan terbentuknya koalisi besar, Budi lebih memilih istilah koalisi gemoy.

Arti gemoy yang melekat terhadap Prabowo lebih cocok dengan situasi yang akan dihadapi.

“Koalisi enggak gemuk enggak kurus, tetapi koalisi gemoy. Kamu terjemahin deh sesuai dengan namanya. Dikutip saja, koalisinya bukan gemuk atau kurus, tapi koalisi gemoy,” ujarnya.

Namun demikian, Budi menyebut koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran masih relatif lama karena masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin belum habis.

BERITA REKOMENDASI

“Tunggu saja, sabar saja ini kan Kabinet Indonesia Maju Pak Jokowi-Ma’ruf Amin kan masih 7 bulan lagi. Masih banyak yang bisa dilakukan,” ucapnya.

Komposisi Proposional

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai komposisi kabinet Prabowo-Gibran yang kemungkinan dilantik 20 Oktober akan lebih baik 50:50.

Itu artinya 50 persen dari parpol dan 50 persen dari teknokrat sehingga ada kesinambungan dalam membuat kebijakan.

Menurut Ujang, koalisi gemuk Prabowo-Gibran bukan persoalan sebab hak prerogatif di tangan Presiden Republik Indonesia.

“Atau koalisi yang besar ini bisa juga agar kabinet dibentuk dengan komposisi 60 persen parpol dan 40 persen profesional,” tuturnya.


Dia menturukan bahwa kelak kabinet Pemerintahan akan ideal menunjuk orang teknokrat di posisi strategis seperti Menteri Keuangan.

Menurutnya, bendahara negara berlatar belakang profesional atau ahli dalam bidang itu memperkecil kemungkinkan konflik kepentingan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas