Hakim MK Bakal Rapat Bahas Anwar Usman Tak Boleh Terlibat Tangani Sengketa Pemilu 2024
Mahkamah Konstitusi (MK) bakal melakukan rapat hakim untuk persiapan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) bakal melakukan rapat hakim untuk persiapan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024.
Rapat ini juga bakal berkaitan dengan posisi hakim konstitusi Anwar Usman yang sebelumnya dijatuhi sanksi oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK).
"Ya nanti tentunya akan dirapatkan hakim dikaitkan dengan putusan MKMK juga jadi sikap pastinya menjelang persidangan," kata Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Jumat (22/3/2024).
Sebagaimana putusan MKMK, Anwar Usman tak bisa ikut dalam menangani PHPU untuk sengketa pemilihan umum presiden (pilpres).
Juga untuk sengketa pemilihan umum legislatif (pileg), bakal ada beberapa sengketa yang nanti tak bisa juga diikuti oleh Anwa Usman jika berkaitan dengan konflik kepentingan.
Baca juga: PAN Harap AMIN Sertakan Bukti Otentik Saat Ajukan Gugatan ke MK: Kalau Tak Lengkap Hanya Omon-omon
Sebelumnya Juru Bicara MK, Fajar Laksono juga telah menyampaikan pernyataan serupa soal status Anwar Usman dalam PHPU 2024.
"Kalau pilpres memang sesuai putusan MKMK ya. Enggak boleh terlibat memang Anwar Usman di putusan MKMK dan MK taat patuh pada putusan itu," kata Fajar kantornya, Kamis (21/3/2024).
Hal ini berarti proses penanganan sengketa pilpres yang bersifat pleno itu didesain untuk diikuti hanya oleh delapan hakim konstitusi.
Anwar Usman dicopot jabatannya oleh MKMK karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi jalan bagi keponakannya Gibran Rakabuming maju Raka dalam Pilpres 2024.
Buntut pelanggaran ini, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Ia juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.