Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

3 Langkah Blunder PPP Sehingga Tidak Lolos Ambang Batas Parlemen, Salah Berlabuh di Pilpres 2024?

Pengamat politik Adi Prayitno menilai ada tiga faktor yang membuat PPP tidak lolos ambang batas parlemen.

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in 3 Langkah Blunder PPP Sehingga Tidak Lolos Ambang Batas Parlemen, Salah Berlabuh di Pilpres 2024?
Ist
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sandiaga Salahuddin Uno saat Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) VIII PPP dengan tema "Perkuat Ekonomi Rakyat, Menangkan PPP di Pemilu 2024" di Jakarta, Kamis (19/10/2024) malam. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dinyatakan tak lolos ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold sebesar (PT) sebesar 4 persen pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.

Berdasarkan rekapitulasi hasil pemilu yang dilakukan KPU RI, PPP belum melewati ambang batas parlemen yakni 3,87 persen dengan jumlah suara 5.878.777 suara.

Baca juga: PPP Resmi Ajukan PHPU ke MK, Minta Pengalihan Suara Dikembalikan

Pengamat politik Adi Prayitno menilai ada tiga faktor yang membuat PPP tidak lolos ambang batas parlemen. Pertama, kata Adi adalah kegagagalan membaca bonus demografi politik di internal PPP.

Menurutnya, pada Pemilu 2024 ini kita memiliki bonus demografi yang hampir 60 persen kalangan terdidik, terpelajar, dan kalangan milenial yang mereka ini preferensi memililihnya berbeda dengan generasi yang lama.

Sementara pemilih PPP selama ini adalah pemilih lama yang berbasiskan tradisional di pedesaan atau kalangan menengah Islam.

Baca juga: PPP Tak Lolos ke Senayan Bappilu Pimpinannya Dibubarkan, Sandiaga Uno Tetap di PPP atau Angkat Kaki?

"Pemilih yang bergerak agak dinamis ini sepertinya agak gagap ditanggapi oleh kawan-kawan PPP terutama untuk mengaksentuasi terutama model kampanye kepada pemilih yang tentu saja sangat berbeda total dengan pemilih-pemilih lama di PPP," kata Adi seperti dikutip dari tayangan KompasTV, Senin (25/3/2024).

Kedua, dikatakan Adi, PPP juga gagal membaca aspirasi di Pilpres antara pemilih di bawah dengan keputusan elite politik mereka. Adi melihat, sebenarnya pemilih PPP itu adalah mereka yang pemilih di Pilpres yang menentukan pilihannnya kepada capres nomor urut 1 Anies Baswedan dan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan hanya sedikit saja ke capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo.

Berita Rekomendasi

"Sementara kita tahu elite politik mereka (PPP) sejak awal mereka memutuskan berkoalisi dengan pak Ganjar dan pak Mahfud. Inilah yang saya sebut sebagai disparitas antara keinginan pemilih-pemilih tradisional PPP yang lebih cenderung ke Anies dan cenderung ke pak Prabowo dan elitenya memutuskan untuk berkoalisi dengan pak Ganjar. Tentu ini membuat suasana batin pemilih PPP itu relatif tidak terlampau konsolidatif untuk mendapatkan suara-suara signifikan," paparnya.

Faktor ketiga, lanjut Adi, Pileg ini sangat terkait anatomi kekuatan mesin politik partai dan struktur caleg yang ada. Menurutnya, Caleg-caleg PPP tidak terlampau mentereng seperti partai-partai lain seperti Golkar, PDIP, Gerindra atau partai-partai yang sudah lolos ke parlemen.

"Mestinya caleg yang dimainkan adalah mereka yang sebenarnya memiliki kaki-kaki politik yang kuat bahkan di satu daerah pemilihan itu diterjunkan banyak caleg yang tujuannya mendapatkan suara satu kursi minimal dengan menerjunkan caleg yang memiliki karakter pejuang, vote gater dan pendulang suara. Bahu-membahu seperti kurang dihitung, sehingga perolehan suara PPP di sejumlah dapil hasilnya kosong dan mengantarkan mereka tidak mampu lampaui ambang batas parlemen," ujarnya.

PPP Gugat ke MK

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) resmi mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pileg ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Hari ini, kami PPP resmi mengajukan gugatan PHPU ke MK," kata Ketua DPP PPP Achmad Baidowi alias Awiek, di sela-sela pendaftaran PHPU di gedung MK, Jakarta, pada Sabtu (23/3/2024).

Dalam mengajukan permohonan sengketa pileg ini, Awiek menyampaikan, PPP diperkuat oleh 23 tim kuasa hukum.

Kata Awiek, pihaknya mempersoalkan suara PPP yang diduga hilang di sejumlah daerah pemilihan (dapil), sehingga menyebabkan angka yang diperoleh dalam rekapitulasi nasional KPU hanya menembus 3,87 persen atau di bawah ambang batas parliamentary threshold 4 persen.

Awiek menjelaskan, ia menggugat hasil rekapitulasi di 18 provinsi dan 30 dapil.

"(Hasil rekapitulasi yang paling merugikan PPP) salah satunya di Papua Pegunungan. Bahkan, tadi ada calegnya sendiri yang datang. Dia membawa C1, dia itu (meraih suara) sebanyak lebih dari 5 ribu, tetapi di hasil rekapitulasi nasional itu tertulis 200 sekian, gitu. Yang ribuan itu ke mana?" ucapnya.

Baca juga: Pimpinan Majelis Kehormatan Pertimbangan dan Syariah Dukung Penuh Langkah Politik DPP PPP

Awiek meyakini, PPP seharusnya mendapatkan perolehan suara lebih dari 6 juta suara.

"Sudah di atas 4,4 persen. Hampir 4,1 lah, 4,0 sekian lah. Sekitar itulah," ucapnya.

Dalam pengajuan gugatan ini, PPP melampirkan sejumlah alat bukti, yang di antaranya data-data C1 dengan perbandingan D.Hasil, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi saat proses rekapitulasi suara.

"Karena kita memang didukung alat bukti di situ. Yang memungkinkan berdasarkan tracking kami di dapil-dapil itulah suara PPP hilang. Tidak banyak, di dapil itu paling 3 ribu, 4 ribu, tetapi terjadi sepanjang dapil. Sehingga ketika ditotal itu lebih dari 200 ribu (suara hilang). Nah itu yg terlacak," tambahnya.

Dalam petitum permohonannya, Ketua Lembaga Advokasi Bantuan Hukum (LABH) PPP, Erfandi mengatakan, meminta MK memberikan kesempatan sekaligus menetapkan partai berlambang Ka'bah itu mendapatkan kursi di DPR.

"Kami minta untuk pengalihan suara itu dikembalikan ke PPP. Karena itu hak PPP," jelasnya.

Tak hanya itu, PPP juga meminta MK menyatakan harus dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU) di tempat-tempat yang menggunakan sistem noken, seperti di Papua.

"Tapi, pada pokoknya nanti di persidangan, karena kan ini belum persidangan. Jadi kita tidak bisa berkomentar banyak, karena nanti dibuktikan di persisangan," jelasnya.

Baca juga: PPP Siap Terima Kunjungan Prabowo Subianto: Kita Menunggu Saja 

Diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menyelesaikan rekapitulasi hasil perolehan suara Pileg 2024.

Hasilnya, KPU menetapkan PDIP meraih suara terbanyak. Berdasarkan hasil rekapitulasi nasional, Rabu (20/3/2024), PDIP meraih suara sebanyak 25.387.279.

Hasil pileg tersebut ditetapkan dalam Keputusan KPU tentang Penetapan Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD, DPRD Tahun 2024.

Hasil rekapitulasi KPU tersebut terdiri atas perolehan suara di 38 provinsi dan 128 PPLN.

Total surat suara sah keseluruhan sebesar 151.796.631 suara.

Berikut total perolehan parpol di 38 provinsi:

  1. PKB: 16.115.655 suara (10,61 persen)
  2. Partai Gerindra: 20.071.708 suara (13,22 persen)
  3. PDIP: 25.387.279 suara (16,72 persen)
  4. Partai Golkar: 23.208.654 suara (15,28%)
  5. Partai NasDem: 14.660.516 suara (9,65%)
  6. Partai Buruh: 972.910 suara (0,64%)
  7. Partai Gelora: 1.281.991 suara (0,84%)
  8. PKS: 12.781.353 suara (8,42%)
  9. PKN: 326.800 suara (0,21%)
  10. Partai Hanura: 1.094.588 suara (0,72%)
  11. Partai Garuda: 406.883 suara (0,26%)
  12. PAN: 10.984.003 suara (7,23%)
  13. PBB: 484.486 suara (0,31%)
  14. Partai Demokrat: 11.283.160 suara (7,43%)
  15. PSI: 4.260.169 suara (2,80%)
  16. Partai Perindo: 1.955.154 suara (1,28%)
  17. PPP: 5.878.777 suara (3,87%)
  18. Partai Ummat: 642.545 suara (0,42%)
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas