Utamakan Persaudaraan Kubu Prabowo Tawarkan Rekonsiliasi Usai Pilpres 2024
Penasihat Partai Gerindra Romo H. R. Muhamad Syafii menawarkan rekonsiliasi seusai pelaksanaan Pilpres 2024.
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasihat Partai Gerindra Romo H. R. Muhamad Syafii menawarkan rekonsiliasi seusai pelaksanaan Pilpres 2024.
Menurutnya, satu di antara cita-cita luhur dalam demokrasi adalah fraternity (persaudaraan), yang sering terkubur oleh hingar bingar politik.
“Setiap orang bisa saja berbeda menanggapi hasil Pilpres, itu adalah hak politiknya. Tapi persaudaraan dalam politik harus diutamakan. Rekonsiliasi merupakan implementasi dari nilai dasar persaudaraan tersebut. Dalam sejarah, banyak sekali peristiwa politik yang dapat dijadikan referensi rekonsiliasi. Dinamika politik Islam pasca wafatnya Rasulullah Muhammad SAW menunjukkan terjadi perbedaan pendapat terjadi antar sahabat yang terbelah menjadi dua kelompok. Ada kelompok yang menerima Abu Bakar sebagai khalifah dan ada pula kelompok yang menolak. Demikian pula dalam dinamika politik Pilpres di Amerika misalnya," kata Romo Syafii dalam pernyataannya, Kamis(28/3/2024).
Menurut Romo Syafii, dua kali Pilpres sebelumnya polarisasi politik pascapilpres diwarnai dengan politik identitas yang sangat keras, terutama pada pilpres tahun 2014.
Namun pada Pilpres 2019 Prabowo memilih bergabung dengan kabinet Presiden Jokowi karena menyadari rekonsiliasi sangat penting dalam membangun bangsa.
"Agama sering dipolitisasi pada saat Pilpres melalui berbagai identtas dan aktivitas keagamaan. Agama juga digunakan untuk memenangkan Pilpres. Politik identitas ini dalam demokrasi bisa saja, bukan masalah. Namun menyebut satu calon dari satu perwakilan agama, ini yang keliru karena dapat menimbulkan kekerasan dalam dinamika keagamaan. Kekalahan Pilpres bisa dianggap menjadi kekalahan satu agama”, jelas salah satu anggota Presidium Majelis Nasional KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) ini.
“Prabowo Subianto sebagai Capres pemenang hasil penetapan KPU dalam Pilpres 2024 memilih jalan Rekonsiliasi. Semua di rangkul baik-baik oleh Prabowo, diajak bersama-sama untuk membangun bangsa Indonesia ke depan," tambah Romo Syafii.
Baca juga: Agenda Hari Ke-2 Sidang Sengketa Pilpres 2024, Giliran Kubu Prabowo-Gibran, KPU dan Bawaslu Bicara
Romo Syafii juga menjelaskan, rekonsiliasi harus menjadi kesadaran dan kebutuhan kita semua.
“Rekonsiliasi ini kebutuhan kita semua, ini kebutuhan bangsa agar kita bisa lebih maksimal bekerja membangun bangsa. Namun rekonsiliasi pertama-tama memang harus dimulai dari para elitenya terlebih dahulu. Kalau elitenya menyadari pentingnya rekonsiliasi ini sangat dibutuhkan dalam memajukan Indonesia, rakyat juga yang akan mendapatkan keuntungan dan manfaat dari rekonsiliasi politik tersebut. Apalagi ini momentum bulan Ramadhan dan Idul Fithri nanti. Ini waktu yang sangat tepat dan baik untuk rekonsiliasi”, ungkapnya
Secara pribadi, Anggota Badan Pengkajian MPR RI ini mengaku bangga dengan Prabowo yang mengambil jalan rekonsiliasi politik melalui berbagai safari dan silaturahmi dengan tokoh-tokoh penting politik nasional yang terlibat dalam Pilpres lalu.
“Prabowo sudah menunjukkan keteladanan dan sikap kenegarawanan yang tinggi bagi kita dalam aktivitas politik. Ini modal yang sangat dibutuhkan untuk memajukan bangsa Indonesia yang kaya raya ini” tutupnya.
Baca juga: Tak Mau Kalah dengan Eks Ajudan Jokowi, Eks Asisten Pribadi Prabowo Ikut Pilgub Jateng, Siapa Dia?
Sementara itu, Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Dr. Iswandi Syahputra berharap kedamaian terus berlanjut setelah pelaksanaan pilpres 2024.
“Kita sudah sukses dan berhasil menyelenggarakan pesta demokrasi nasional dengan damai. Kita tentu saja berharap kedamaian tersebut berlanjut pasca Pilpres. Ini waktunya kita kolaborasi bukan berkompetisi. Salah satu jalan kolaborasi melalui rekonsiliasi. Saat ini semua bersanding bukan lagi bertanding, merangkul bukan memukul, saling menyayangi bukan menyaingi, mengajak bukan mengejek, saling percaya bukan mencerca," kata Iswandi.
Hal itu juga kata dia akan mendorong atmosfer toleransi dan saling menghargai dalam iklim moderasi antar umat beragama juga mudah untuk diwujudkan.
"Sehingga, pemeluk agama tidak lagi masuk terjebak dalam politisasi agama yang dapat menciptakan polarisasi politik berdasarkan agam yang keras,” ujarnya.(Willy Widianto)