4 Fakta Menarik dalam Sidang MK Hari Ini: Ketua KPU Ditegur karena Tidur hingga Sindiran Kubu 03
3 fakta menarik terkait sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK, Selasa (2/4/2024).
Penulis: Jayanti TriUtami
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Gedung MK, Selasa (2/4/2024).
Sidang kali ini beragendakan mendegar keterangan saksi atau ahli dari pihak pasangan calon (paslon) nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Kubu Ganjar-Mahfud menghadirkan 10 saksi fakta dan 9 ahli untuk membuktikan dugaan kecurangan Pilpres 2024.
Selain saksi dan ahli dari kubu Ganjar-Mahfud, sidang ini turut dihadiri Tim Pembela Prabowo-Gibran serta Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Berikut Tribunnews.com rangkum sejumlah fakta menarik terkait sidang sengketa Pilpres 2024 di MK hari ini:
1. Ketua KPU Ditegur karena Tidur
Dalam persidangan, Ketua KPU Hasyim Asyari sempat ditegur Ketua MK Suhartoyo.
Teguran itu dilayangkan Suhartoyo setelah melihat Hasyim tertidur saat sidang berlangsung.
Saat itu, pihak Ganjar-Mahfud baru selesai menyampaikan keterangan.
Ketua MK Suhartoyo kemudian bertanya apakah pihak Termohon yaitu KPU RI ingin mengajukan pertanyaan kepada pihak Ganjar-Mahfud.
Namun belum sempat Hasyim Asyari menjawab pertanyaan itu, seketika Suhartoyo memergoki Ketua KPU itu yang ketiduran saat sidang.
Baca juga: Ketua KPU Ditegur Ketua MK Karena Tidur Saat Sidang Sengketa Pilpres Berlangsung
"Baik, dari Termohon (KPU) ada pertanyaan? Pak Hasyim tidur ya?" tanya Suhartoyo dalam sidang di gedung MK, Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Mendengar teguran itu, sontak Hasyim langsung menegakkan kepalanya.
Melihat Hasyim tertidur, Ketua MK mengurungkan niat untuk bertanya kepada pihak KPU.
Suhartoyo langsung menanyakan kepada pihak Terkait yakni pihak Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
2. Romo Magnis Sebut Presiden Mirip Mafia
Profesor Filsafat STF Driyakara, Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis turut dihadirkan dalam sidang sengketa PHPU di MK, Selasa ini.
Romo Magnis mengatakan, presiden yang menggunakan kekuasaannya untuk keuntungan sendiri atau keluarganya merupakan hal yang fatal.
Jika hal itu terjadi, ujar Romo Magnis, presiden dapat disebut mirip dengan pimpinan mafia.
"Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip dengan pimpinan organisasi mafia," kata Romo Magnis.
Menurutnya, seorang presiden harus menjadi milik seluruh rakyat, bukan hanya untuk segelintir orang.
Romo Magnis lantas mengingatkan, wawasan etis Presiden Indonesia dirumuskan dengan bagus dalam pembukaan UUD 1945.
Baca juga: Pakar Hukum Minta MK Hadirkan Jokowi untuk Klarifikasi Tudingan Cawe-Cawe pada Pilpres 2024
3. Ahli Kubu Ganjar-Mahfud Pernah Jadi Saksi NasDem
Dalam sidang tersebut, Ketua KPU Hasyim Asyari sempat mempersoalkan kapasitas ahli yang dihadirkan kubu Ganjar-Mhafud, I Gusti Putu Artha.
Menurut Hasyim, I Gusti Putu Artha sempat menjadi saksi untuk Partai NasDem saat rekapitulasi tingkat nasional hasil Pilpres 2024.
"Perlu kami sampaikan bahwa saudara Putu Artha, pada waktu rekapitulasi tingkat nasional, beliau hadir sebagai saksi dari Partai NasDem, sebagai catatan," kata Hasyim, kepada majelis hakim MK, Selasa.
Merespons pernyataan Hasyim, Gusti kemudian memberikan klarifikasinya.
Gusti mengaku telah mengundurkan diri dari Partai NasDem sejak 20 Maret 2024 lalu.
Untuk membuktikan pernyataannya, Gusti menunjukkan sebuah dokumen.
Ketua MK Suhartoyo lantas meminta agar salinan dokumen diberikan ke pihak MK.
Baca juga: Sengketa Pemilu 2024, Perludem Harap MK Tak Terpaku pada Angka-angka Hasil Pemilu Tetapi Prosesnya
4. Kubu Ganjar-Mahfud Sindir Yusril
Anggota Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Luthfi Yazid sempat menyindir Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra.
Dalam sidang PHPU kali ini, Luthfi kembali mengungkit Yusril yang sempat mempersoalkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres-cawapres.
Luthfi mengatakan, Yusril sempat menyebut putusan 90 cacat hukum.
Menurutnya, pernyataan itu sempat disampaikan Yusril di berbagai media.
"Dia (Yusril) mengatakan bahwa putusan nomor 90 MK itu cacat hukum secara serius. Bahkan mengandung penyelundupan hukum karena itu dia berdampak panjang putusan MK itu," kata Luthfi, dalam persidangan, Selasa.
Luthfi kemudian mengutip pernyataan Yusril yang menyatakan akan meminta Gibran tak mencalonkan diri di Pilpres 2024 setelah putusan 90 diterbitkan MK.
"Sebab itu, Saudara Yusril mengatakan, andaikan saya Gibran, maka saya akan meminta kepada dia untuk tidak maju terus pen-cawapres-annya. Saya mohon tanggapan dari Saudara (Yusril)," ujarnya.
Merespons pernyataan itu, Yusril langsung angkat bicara.
Yusril menilai kata-kata yang dikutip Luthfi tidak tepat.
"Kata-kata yang mengatakan andaikata saya Gibran saya akan minta kepada dia adalah kata-kata yang tidak logis. Andaikata saya Gibran, saya akan bersikap seperti ini, itu baru logis."
"Jadi yang saya ucapkan adalah andaikata saya Gibran, saya memilih tidak akan maju. Karena saya tahu bahwa putusan ini problematik," terang Yusril.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Muhammad Deni Setiawan/Ibriza Fasti Ifhami)