Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Guru Besar, Pengamat & BRIN Bicara soal Pemilu 2024: Keruntuhan Wibawa MK hingga Cawe-cawe Penguasa

Busyro menyebut prinsip kompetensi, kapasitas, integritas dan profesionalitas sebagai standar memimpin Indonesia dinistakan melalui putusan MK.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Guru Besar, Pengamat & BRIN Bicara soal Pemilu 2024: Keruntuhan Wibawa MK hingga Cawe-cawe Penguasa
Tribunnews/Mario Sumampow
Dua kelompok massa melakukan aksi demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Jumat (19/4/2024) jelang putusan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sidang sengketa pemilihan umum (pilpres) 2024 pada 22 April mendatang. 

Busyro mengungkapkan putusan MK yang mengedepankan kenegarawanan bisa menutup pintu radikalisme korupsi dengan mengurangi potensi nepotisme.

"Sebagai penutup saya mau menyampaikan putusan hakim yang berjiwa dan berbasis keunggulan etika merupakan refleksi keadaban pemimpin bervisi ilmuwan etis profesional dan sebagai oase di tengah padang pasir iklim kemarau panjang ilmuwan penikmat jabatan yang tandus dari ruh, nilai dan asa kerahmatan dan kebarakahan," ungkapnya.

Pemilu tak Bisa Dipandang dari Hasilnya Saja

Sementara itu, Guru Besar Universitas Airlangga, Prof. Dr. Ramlan Surbakti mengatakan penilaian beres atau tidaknya pelaksanaan pemilu Indonesia 2024 bisa mengacu pada temuan peneliti internasional menyangkut adanya manipulasi yang terjadi atau tidak.




Menurut Ramlan, seluruh proses Pemilu tak hanya melibatkan 11 tahapan aturan yang telah ditetapkan oleh penyelenggara.

Namun sejatinya bahwa proses Pemilu juga melibatkan jutaan orang, tidak hanya pemilih, calon dan pendukungnya.

Tapi juga menyita anggaran besar negara yang ditaksir hingga ratusan triliun rupiah.

Bahkan, disimpulkan proses penyelenggaraan Pemilu itu memerlukan pengorganisasian warga negara terbesar satu negara dan pengadaan besar logistik pemilu.

Baca juga: MK Diharap Pertimbangkan Psikologis Rakyat dalam Putuskan Hasil Sengketa Pilpres 2024

BERITA TERKAIT

Sehingga, Ramlan mengingatkan bahwa Pemilu tak bisa dipandang dari hasilnya saja.

Tapi justru proses Pemilu itu sendiri yang harus dilihat sebagai suatu hal penting demi menjaga demokrasi.

"Karena itu menilai Pemilu 2024 (tidak) hanya dari hasilnya saja itu menurut saya (jauh) dari hakekat pemilu sendiri sebagai salah unsur dari demokrasi dan demokrasi perwakilan," tegas Ramlan.

Lebih lanjut, Ketua KPU RI periode 2004-2007 pun memotret bagaimana proses penyelenggaran Pemilu 2024 yang terjadi baru-baru ini.

Dia kemudian mengingat proses pengadilan Pemilu di Malaysia dan saat itu menggunakan buku yang ditulis Prof. Sarah Beards tentang Elektoral Malapraktik atau Malapraktik Pemilu.

Di mana, kata Ramlan, terungkap tiga tipologi Malapraktik. Yakni, pertama, manipulasi hukum pemilu. Kedua, manipulasi pilihan pemilih. Dan ketiga, manipulasi hasil pemilu.

"Nah, kalau menggunakan teori rangka Prof. Sarah Beards ini, berarti saya menyarankan agar menilai Pemilu 2024, dalam waktu ada singkat, itu dilihat dari apakah ada manipulasi pilihan pemilih, dan manipulasi hasil pemilu. Atau dalam bahasa populernya itu, proses pemilu yang digunakan untuk menilai hasil pemilu, hasilnya itu adalah, tahapan-tahapan yang dipengaruhi langsung, hasil pemungutan suara," paparnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas