Guru Besar, Pengamat & BRIN Bicara soal Pemilu 2024: Keruntuhan Wibawa MK hingga Cawe-cawe Penguasa
Busyro menyebut prinsip kompetensi, kapasitas, integritas dan profesionalitas sebagai standar memimpin Indonesia dinistakan melalui putusan MK.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
Dia pun mencontohkan, manipulasi pilihan pemilu, yakni menggunakan anggaran publik, anggaran negara untuk mempengaruhi pilihan, menggunakan aparat negara apa itu TNI-Polri & ASN.
Bahkan memberikan atau menjanjikan uang dan atau materi, sembako, untuk mempengaruhi pemilu.
"Itu akan mempengaruhi, dan aparat memberikan ancaman terhadap pemilih. Itu menurut saya harus diperhitungkan, karena langsung mempengaruhi pilihan Pemilu. Akhirnya pemilu tidak bisa memberikan suara sesuai dengan pilihan hatinya. Tapi karena uang, ancaman aparat dan sebagainya," terangnya.
Proses Sidang Sengketa di MK Harus Memenuhi Tiga Unsur
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof. Sulistyowati Irianto menilai sidang sengketa pemilu yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan ajang untuk menguji apakah Indonesia masih negara yang memegang asas hukum.
"Sidang MK bagi saya bukan sekadar sidang mengadili perselisihan pemilu tapi sidang apakah negara hukum Indonesia masih bisa berlangsung," kata Sulistyowati.
Menurut Sulistyowati, proses sidang sengketa di MK ini harus memenuhi tiga unsur jika Indonesia masih mematuhi konstitusi yang berpihak kepada rakyat.
Unsur pertama, yakni persidangan di MK harus menghasilkan putusan yang jelas sehingga dapat dimengerti seluruh masyarakat.
Kedua, putusan haruslah bisa diperkirakan masyarakat berdasarkan dinamikanya persidangan. Dengan demikian, putusan tidak terkesan diatur oleh pihak tertentu.
"Tidak berdasarkan kehendak perorangan, kita lihat debat-debat di MK, bagaimana analisisnya yang kita harapkan pertimbangan putusan keluar dengan seusianya yang kita saksikan bersama," jelas Sulistyowati.
Unsur terakhir, lanjutnya, MK harus menjadi badan independen yang dapat memisahkan antara kekuasaan dan penegakan hukum.
Hal tersebut akan terlihat dari putusan hukum yang akan diproduksi MK dalam sengketa pemilu tahun ini.
Di sini, lanjutnya, para hakim MK harus membuat putusan dengan ideal dan berlandaskan hukum tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
Sehingga, masyarakat pada akhirnya akan tetap mempercayai MK sebagai garda terakhir dalam mencari keadilan.
"Hakim MK sebagai guardian punya kewenangan besar untuk memastikan meskipun langit runtuh, Konstitusi Indonesia harus tetap tegak," tegas Sulistyowati.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.