Menanti Putusan Sengketa Pilpres 2024, MK Ungkap Mekanisme Cegah Kebocoran Hasil RPH
Jelang pembacaan sidang putusan tersebut, saat ini delapan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) masih menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang pembacaan putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) yang dimohonkan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan dilakukan Senin (22/4/2024).
Jelang pembacaan sidang putusan tersebut, saat ini delapan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) masih menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
RPH itu digelar secara maraton sejak Selasa (16/4/2024) lalu hingga Minggu (21/4/2024) besok.
"RPH sedang berlangsung dari kemarin sampai nanti tanggal 21 (April). RPH terus maraton sampai tanggal 22 April kita sidang pengucapan putusan," kata Juru bicara MK, Fajar Laksono saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Jumat (19/4/2024).
Baca juga: Banyaknya Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 Sejarah Baru, Terjadi karena Situasi Politik Berbeda
RPH yang dilakukan hakim MK fokus membahas perkara PHPU Pilpres, pengambilan keputusan, serta penyusunan putusan.
"Dalil pemohon, fakta persidangan yang kemarin muncul, itu dibahas itu sampai tanggal 21 (April), termasuk penyusunan sampai drafting putusan. Itu saja, pembahasan perkara, pengambilan keputusan, penyusunan, dan finalisasi draf putusan tanggal 22 (April) tadi," jelas dia.
Menurutnya, memang ada kemungkinan RPH selesai lebih awal dari waktu yang ditentukan. Itu bergantung terhadap majelis hakim dan dinamika saat RPH.
"Segala kemungkinan pasti ada, tapi agenda itu tetap berjalan setidaknya sampai hari ini, Sabtu, Minggu masih diagendakan sejauh ini. Kita nggak tahu persis seperti apa proses pengambilan keputusan atau pembahasannya, tapi Sabtu, Minggu masih diagendakan," jelas dia.
Yang pasti kata Fajar, sidang itu tidak akan mengalami deadlock (kebuntuan).
"Semua lembaga pengadilan dalam mengambil keputusan tidak mungkin deadlock, di lembaga mana pun termasuk MK," ujarnya.
RPH Rahasia
Terkait apa yang terjadi di RPH, Fajar mengatakan tidak ada yang mengetahui isi RPH selain para hakim dan pihak-pihak yang telah disumpah.
Pasalnya, RPH dilakukan secara tertutup, sehingga apa yang terjadi dalam RPH sepenuhnya rahasia.
MK juga sudah memiliki mekanisme mencegah kebocoran putusan sebelum pembacaan secara resmi dalam persidangan.
"Kita sudah punya mekanisme mensterilkan RPH. Kita punya teknologi, kita punya mekanisme, kita punya sumpah, semua petugas kita tersumpah, ruang RPH juga restriktif (bersifat terbatas), tidak semua orang bisa melintas atau bahkan masuk gitu ya, semua mekanisme untuk mencegah kebocoran informasi apapun dari RPH sudah kita lakukan," katanya.
Baca juga: MK Gelar RPH Bahas Surat Keberatan Anwar Usman soal Penetapan Suhartoyo Jadi Ketua
Bahkan dia menyebut alat elektronik tidak diperbolehkan dalam RPH.
"Saya kira iya (elektronik tidak boleh dalam RPH) untuk meminimalisir sesuatu yang tidak diinginkan, ada mekanisme yang kita terapkan, supaya ketertutupan dan kerahasiaan itu terjamin," ucapnya.
"Jadi kami memastikan kalau ada bocor-bocor itu tentu bukan dari Mahkamah Konstitusi," sambungnya.
Fajar menjelaskan MK dalam memutus perkara diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Dalam beleid itu, hakim konstitusi akan bermufakat menentukan putusan.
Apabila mufakat tidak dapat dicapai, maka hakim konstitusi akan mengambil jalan pengambilan suara terbanyak.
Adapun dalam sidang PHPU kali ini, hakim konstitusi yang ikut bersidang jumlahnya 8 orang. Artinya, ada potensi suara berimbang dalam putusan ini.
Baca juga: Putuskan Sengketa Pilpres 2024 Awal Pekan Depan MK Diharapkan Tak hanya Jadi Corong Undang-Undang
Terkait itu, suara ketua sidang pleno yang akan menentukan. Ketua sidang pleno pada sengketa ini yakni Ketua MK Suhartoyo.
"Kalau suara terbanyak tidak bisa diambil, keputusan tidak bisa diambil dengan suara terbanyak, maka suara ketua sidang pleno itu menentukan," kata Fajar.
Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 45 ayat 8 UU Mahkamah Konstitusi.
Dalam pasal itu dijelaskan jika putusan tidak bisa diambil dengan suara terbanyak, maka suara ketua sidang pleno merupakan suara yang menentukan.
"Misalnya 8 hakim konstitusi ada dua pendapat berbeda, misalnya empat banding empat lalu mana yang menjadi putusan? Itulah di ayat 8 Pasal 45 UU MK dinyatakan posisi ketua sidang pleno. Ini contoh ya, kalau di sini berarti ini yang menjadi putusan. Ini yang akan menjadi dissenting, begitu. Jadi nggak ada deadlock," ungkapnya.
Senin Pembacaan Putusan MK
Pembacaan putusan sengketa hasil Pilpres itu akan dilakukan pada Senin (22/4/2024) lusa.
Rencananya MK akan menggabungkan pembacaan putusan sengketa yang dimohonkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam satu sidang.
Sidang Senin lusa akan mulai pukul 09.00 WIB.
"Digabung di ruang sidang yang sama, dalam satu majelis yang sama," kata Fajar.
Kendati persidangan digabung dalam satu majelis, namun pembacaan putusan akan dilakukan terpisah. Sebab, ada dua perkara dalam PHPU Pilpres.
Seperti diketahui, ada dua perkara dalam permohonan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Pilpres.
Keduanya adalah perkara nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dengan Anies-Muhaimin sebagai pemohon, serta perkara nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 dengan Ganjar-Mahfud sebagai pemohon.
Fajar mengatakan MK telah mengirimkan surat panggilan kepada seluruh pihak, mulai dari Anies-Muhaimin selaku pemohon I, Ganjar-Mahfud selaku pemohon II, Komisi Pemilihan Umum atau KPU selaku termohon, Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu selaku pemberi keterangan, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka selaku pihak terkait.
"Panggilannya sama, jam atau pukul 09.00 WIB di ruang sidang pleno," ucap Fajar.
Namun Fajar belum mendapatkan konfirmasi apakah para prinsipal--Anies-Muhaimin, Ganjar-Mahfud, dan Prabowo-Gibran--akan datang dalam sidang pamungkas itu.
Sebab, surat baru dikirim pada Jumat (19/4/2024) pagi.
"Nanti dalam waktu satu sampai dua hari, kami konfirmasi siapa yang mau hadir, disesuaikan dengan kuota kursi di ruang sidang, seperti sidang-sidang sebelumnya," ujar Fajar. (tribun network/ibr/dod)