Senyum Titiek Soeharto Ditanya kembali Dampingi Prabowo, Seberapa Penting Peran Ibu Negara?
Siti Hediati Hariyadi, mantan istri Presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto, merespons jika dirinya menjadi Ibu Negara.
Editor: Wahyu Aji
Tien sering dikenal sebagai inisiator pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), yang menurut pernyataannya merupakan proyek miniatur negara yang menjadi warisan dan ikon negara.
Namun inisiatif ini dikritik dengan tuduhan pemborosan anggaran negara.
Tien juga dituduh meminta bayaran 10 persen dari setiap proyek negara yang berkaitan dengan TMII.
"Sampai ada semacam mockery bahwa dia namanya menjadi Mevrouw Tien Procent, dalam bahasa Belanda, [yang berarti] 'Nyonya 10 Persen," ujar Bonnie.
Segala bentuk tuduhan ini namun dibantah Tien, hingga suaminya Soeharto sendiri, mengancam akan menindak tegas pengkritik.
Selain TMII, Bonnie mengatakan Tien juga memprakasai dibangunnya Yayasan Harapan Kita yang mengelola TMII selama 44 tahun.
Pada tanggal 2021, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 yang secara resmi mengambil alih pengelolaan TMII dari Keluarga Cendana karena tidak menyetorkan pendapatan ke negara.
Selain Tien, nama istri Presiden Joko Widodo, Iriana juga muncul akibat pemberitaan Tempo.
Ia dituduh terlibat dalam "gerakan bawah tanah" untuk meloloskan pencalonan putranya, Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden dalam Pemilu 2024.
Seberapa penting peran Ibu Negara?
Menurut Bonnie, penting atau tidaknya sosok Ibu Negara tidak lepas dari kondisi negara Indonesia.
Ia mengatakan negara demokrasi yang sudah 'settle', peran Ibu Negara tidak lebih dari istri presiden.
"Dia bukan permaisuri dalam arti monarki yang feodalistik, dia juga bukan orang yang secara formal punya peran khusus, kecuali mendampingi presiden," katanya.
"Tapi kalau misalkan di negara yang semakin demokratis, semakin terbuka sistemnya, semakin akuntabel sistem politiknya, sebenarnya ibu negara itu ada batasan perannya juga."
Namun di Indonesia, yang menurutnya merupakan negara demokrasi yang "prosedural" dengan struktur masyarakat semi-feodal, dan pola pikir yang mayoritas tradisional, keberadaan ibu negara "akan sangat berpengaruh."
Tika mengatakan menurut catatan sejarah, keberadaan ibu negara bagaikan "pilar" bagi para presiden yang sempat memimpin Indonesia.
Seperti misalnya Soeharto, yang sejak meninggalnya Tien pada tahun 1996 mulai tergoncang, ditambah dengan adanya krisis moneter.
"Beberapa orang menyebut [ibu negara] berperan signifikan ... dan itu terlihat ketika Ibu Tien berpulang," ujarnya.
"Pak Harto kemudian goyang dari sisi pemerintahan dan yang lain ... itu menunjukkan bahwa ada satu pilar yang mungkin bisa membuatnya goyah."
Contoh lain juga ia lihat pada Mantan Presiden B.J. Habibie dan Susilo Bambang Yudhoyono yang mengalami kesedihan mendalam setelah istri mereka tutup usia.
Indonesia tanpa ibu negara
Kemenangan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 kembali memunculkan pertanyaan tentang kehadiran Ibu Negara.
Meski sempat menikah dengan putri Mantan Presiden Suharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Suharto, keduanya bercerai pada tahun 1998.
Tika mengatakan presiden memerintah tanpa ibu negara tidaklah menjadi soal.
"Tidak ada aturan resmi yang mensyaratkan bahwa presiden harus didampingi Ibu Negara," katanya.
"Yang ada presiden didampingi wakil presiden dan menteri. Jadi kalau dibilang harus ada ya enggak harus."
Namun ia menilai sebagai konsekuensi, akan ada peran sosial ibu negara yang hilang.
"Dalam konteks sosial budaya, artinya sosial kemasyarakatan dalam konteks Indonesia [ibu negara diperlukan] sebagai kekuatan penyeimbang," katanya.
"Biasanya laki-laki dilihat mungkin keras, punya personifikasi yang sulit dan enggak negotiable (bisa diajak bernegosiasi).
"Tapi ketika didampingi ibu negara bisa melembutkan 'hard lines' suami mereka."
Bonnie mengatakan pembicaraan tentang ibu negara dan Prabowo sudah ada sejak Pilpres tahun 2014.
"Masyarakat kan semakin terbuka, tidak mempersoalkan ada atau tidaknya (ibu negara)," kata Bonnie.
"Zaman dan pikiran orang bisa berubah." (Tribunnews.com/ABC Radio Australia)