Singgung Pragmatisme Politik di Pemilu 2024, Hasto Tegaskan Dedikasi PDIP Tetap ke Wong Cilik
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengakui bahwa kondisi demokrasi Indonesia sedang terguncang akibat pragmatisme politik berlebihan
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengakui bahwa kondisi demokrasi Indonesia sedang terguncang akibat pragmatisme politik berlebihan yang terjadi di Pemilu 2024.
Sebagai contoh, kata Hasto, wajar bila saat ini ada perasaan khawatir bahwa rakyat kecil takkan punya harapan bisa menjadi pemimpin hanya karena tak ada koneksi ke aparat berkuasa dan oligarki pemegang modal.
Namun demikian, Hasto menegaskan, bahwa pragmatisme politik dalam berbagai bentuk yang terjadi nyata di Pemilu 2024 lalu tak akan membuat PDI Perjuangan, yang dipimpin Ketua Umum Megawati Soekarnoputri merubah haluan dan sikap setia kepada ideologi kerakyatannya.
Hal itu disampaikan Hasto dalam pidatonya di hadapan peserta rapat koordinasi PDIP Majalengka, Sabtu (27/4/2024),
“Mengkhawatirkan kalau ke depan syarat jadi pemimpin adalah harus punya uang, punya koneksi dengan aparat berkuasa dan investor politik,” kata Hasto.
Politisi asal Yogyakarta ini pun menekankan bahwa PDIP akan tetap setia dengan jalan ideologinya. Apalagi, godaan pragmatisme takkan melunturkan berbagai program pendidikan politik kerakyatan yang selama ini telah dilakukan.
Karena pada akhirnya, lanjutnya, PDIP percaya bahwa kunci utama tetaplah kebersatuan dengan rakyat. Artinya, PDIP lebih memilih selalu tetap hadir bersama rakyat, menjadi solusi bagi rakyat, dibanding hanya hadir di saat akhir jelang pemilihan dengan menebar uang.
Hasto pun mengungkapkan, PDIP telah sejak lama mengkampanyekan program menanam 10 tanaman pendamping beras.
Program dilakukan sejak sebelum ada krisis pangan seperti yang sedang terjadi pada saat ini, yang dipicu oleh peran Rusia-Ukraina dan terakhir konflik Israel dan Iran.
“Kenapa dulu Ibu Megawati mendorong gerakan menanam itu. Karena didasari ideologi, bahwa pangan itu terkait perut rakyat. Bu Mega mengingatkan bahwa Bung Karno berangkat dari falsafah petani, falsafah marhaen. Maka dedikasi dari PDIP adalah mengangkat harkat dan martabat Wong Cilik, martabat para petani,” terang Hasto.
Hal itu akan juga menjadi bagian dari pembahasan di Rapat Kerja Nasional PDIP yang akan digelar pada 24-26 Mei mendatang. Tema utamanya adalah Satyam Eva Jayate yang berarti pada akhirnya kebenaran akan menang.
“Maknanya, kita menang apabila PDIP selalu bersatu dengan kekuatan rakyat. Kita akan menang jika jiwa kita selalu menyatu dengan perjuangan rakyat,” ujar Hasto.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan bahwa dalam Rakernas mendatang, akan dibahas dinamika politik nasional maupun dunia yang menyangkut kehidupan rakyat.
Kata Hasto, Megawati berpesan bahwa dunia saat ini sedang menghadapi krisis. Yang pertama terkait perang di Eropa dan krisis di Timur Tengah.
Sebab, semua itu, mau tak mau akan berpengaruh pada konstelasi politik dan ekonomi. Misalnya, terjadi tekanan pada mata uang rupiah, disertai penurunan pendapatan negara akibat turunnya permintaan akan bahan baku yang kerap diekspor Indonesia.
Di sisi fiskal, beban subsidi BBM akan menjadi sangat berat. Kata Hasto, beban itu belum ditambah beban akibat progam makan siang gratis.
Baca juga: Konsolidasi PDIP di Majalengka, Hasto Dicurhati Pengurus yang Tolak Wacana Megawati Ditemui Jokowi
“Maka kita harus kencangkan ikat pinggang kita. Apa yang bisa kita lakukan? Kita harus pastikan menanami makanan pendamping beras. Karena beras dan cabe mahal. Maka setiap kader harus mau bergotong royong bersama membantu masuarakat. Politik itu juga bicara pangan, bagaimana partai harus berusaha menjadi solusi bagi masyarakat,” kata Hasto.
“Pesan Ibu Mega, berpolitik membumi, inilah yang akan membuat PDIP bisa berdiri kokoh menghadapi gempuran,” pungkasnya.