Golkar Optimistis Hakim MK Kabulkan Gugatan Sengketa Pileg DPR Dapil Papua
Frans mengaku sudah mengikuti secara bertahap pada saat pengajuan permohonan dengan menunjukan alat bukti dari 3 ribu TPS.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Partai Golkar Derek Loupatty, bersama Caleg DPR RI Dapil Papua Willem Frans Ansanay, menghadiri sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD Provinsi Papua Tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (8/5/2024).
Sidang tersebut membahas perkara Nomor: 40-02-04-33/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 dengan pemohon atas nama Willem Frans Ansanay dan termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Usai mengikuti sidang, Frans mengaku sudah mengikuti secara bertahap pada saat pengajuan permohonan dengan menunjukan alat bukti dari 3 ribu TPS.
"Kami mempersiapkan 60 persen alat bukti C1 hasil. Mengapa? Karena memang pemilu dari waktu ke waktu bahkan sampai Pemilu 2024 di Papua itu kami mengalami persoalan bahwa terjadi penggelembungan yang cukup signifikan, tidak mendasar kepada pelaksanaan pemilu di hari H," kata Frans.
Frans mengungkapkan, dari perhitungan internal Golkar Papua, berdasarkan form C1, partai berlambang pohon beringin itu seharusnya menempati posisi ketiga dengan raihan suara 59 ribu suara.
Namun, KPU menetapkan Partai Golkar menempati posisi keempat di bawah PDIP, Gerindra dan NasDem.
Sehingga dia meyakini hakim MK akan mengabulkan gugatan yang dilayangkannya.
"Jadi mudah-mudahan hakim MK mempunyai pertimbangan lain bahwa dengan sejumlah bukti yang kami sampaikan hampir 1800, 60 persen C1 itu kami penuhi itu akan menjadi pertimbangan khusus walaupun pihak terkait hanya menjawab dalil kami lewat D hasil," ucapnya.
Sementara itu, kuasa hukum Partai Golkar Derek Lopatty berharap majelis hakim MK mengabulkan permohonan pemohon dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Provinsi Papua.
Dalam sidang yang dimohonkan oleh Willem Frans Anasanay, kata Derek, pihak termohon yakni KPU tidak dapat membantah bukti yang didalilkan oleh pihak pemohon.
Menurutnya, dari 1.800an atau sekitar 60 persen TPS berupa formulir C1 sebagai alat bukti yang disampaikan ke mahkamah, tidak dapat dibantah pihak termohon maupun pihak terkait dalam hal ini KPU dan Partai Gerindra.
"Hari ini kami mendengar semua keterangan, tidak satu pun pihak termohon dan terkait yang membantah bukti dengan bukti. Artinya, dia tidak mengajukan bukti sebanyak TPS yang kita ajukan, kami mengajukan 1.859, tapi bukti yang disampaikan 7 atau 8 (TPS)," kata Derek.
Selain itu, Derek juga mempersoalkan jawaban pihak termohon dan terkait yang menjawab alat bukti pemohon bukan dengan formulir C1 di tingkat TPS melainkan penghitungan surat suara di tingkat kecamatan.
"Jawaban pihak terkait dan termohon berdasarkan hasil (perhitungan) Kecamatan. Apakah pemilihan tanggal 14 itu adalah di kecamatan atau di tingkat TPS?" ucapnya.
"Dan kami minta MK untuk tidak menjadikan syarat formil menjadi batas dalam rangka uji bukti, dan kami minta syarat materiil," lanjutnya.
Derek menjelaskan, permohonan yang diajukan lantaran adanya perselisihan perolehan hasil suara Partai Golkar di Papua.
Menurutnya, dari empat besar partai yang ditetapkan KPU di Pileg Papua, yakni PDIP, Nasdem, Gerindra, dan Golkar terdapat selisih suara yang diduga menguntungkan Partai Gerindra.
"Dalam penetapan oleh termohon KPU yang kami gugat, ada selisih 134.129 suara, dimana ada penambahan untuk Partai Gerindra sendiri 56.294 suara, PDIP 38.825 suara, Nasdem 27.119, dan ada juga ke Golkar 11.891suara. Dan ini sudah kami buktikan dengan 1.859 bukti C1 yang sudah kami sampaikan kepada majelis hakim," ujar Derek.
"Karena dalam perhitungan kami berdasarkan C1 Golkar memperoleh 58 ribu suara, Gerindra itu memperoleh 54 ribu, Nasdem 77 ribu, PDIP 90 lebih suara. Jadi kursi ketiga itu adalah kursi Partai Golkar kalau berdasarkan C1," imbuhnya.
Dengan dalil dan bukti yang disampaikan, Derek berharap majelis hakim Konstitusi kiranya dapat mengabulkan permohonan pemohon.
"Kami berharap dari pihak partai Golkar, kiranya permohonan kami dapat dikabulkan, apakah penghitungan ulang, pemilihan ulang, atau menetapkan kami sebagai pemenang, kami serahkan ke mahkamah konstitusi," tandasnya.