Sengketa Pileg Tidak Diterima MK, Pengamat Nilai Gelombang Lengserkan Mardiono di Internal PPP Wajar
Menurutnya, justru protes dari sebagian kader PPP itu menjadi hal positif untuk mendorong terjadinya regenerasi kepemimpinan partai tersebut.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah gugatan sengketa pileg PPP kandas, usai dinyatakan tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
Hal tersebut menjadi ancaman tersendiri bagi posisi Plt Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Mardiono, yang dianggap gagal meloloskan partai berlambang Ka'bah itu ke DPR RI.
Karena hal itu, kekecewaan sebagian kader PPP memunculkan gelombang yang meminta Mardiono mundur dari jabatannya sebagai pimpinan.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menilai adanya jenis gelombang tersebut di internal PPP sebagai sesuatu yang sangat wajar. Sebab, Mardiono dinilai gagal menjaga eksistensi partainya di parlemen.
"Ya sangat wajar ya jika ada gelombang protes, gelombang kader-kader dan elit PPP yang ingin Mardiono mundur. Maka sebuah kewajaran jika PPP harus diselamatkan," kata Ujang, saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (23/5/2024).
Ujang mengatakan, fenomena ini normal terjadi di setiap organisasi manapun, termasuk di PPP.
Menurutnya, justru protes dari sebagian kader PPP itu menjadi hal positif untuk mendorong terjadinya regenerasi kepemimpinan partai tersebut.
"Itu waras. Justru yang aneh adalah ketika PPP gagal, tidak lolos, lalu diam saja," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan, pengaruh pimpinan sangat penting untuk partai politik. Kepemimpinan akan membawa perbaikan dan kemajuan bagi partai.
"Makanya partai-partai yang kuat itu leadership-nya kuat. Faktor ketua umum di parpol menjadi penting dalam konteks untuk bisa menjaga eksistensi partai, kebesaran partai, dan untuk bisa menjadikan partai itu layak diperhitungkan di kancah politik nasional," kata akademisi Universitas Al-Azhar itu.
Sebelumnya, Sekretaris Majelis Pakar DPC PPP Kota Surakarta, Johan Syafaat menyoroti hasil perolehan suara partainya pada Pemilu 2024.
Di mana, hasil hitung KPU RI, PPP tidak tembus ambang batas 4 persen.
Serta, PPP hanya memperoleh 5,7 juta suara atau 3,8 persen. Hanya butuh kurang lebih 200.000 suara saja untuk Lolos ke Senayan.
Dia pun menilai, bahwa Plt Ketua Umum M Mardiono tidak mampu membaca situasi politik hingga PPP memperoleh hasil terburuk dalam sejarah pemilu di Indonesia.
Johan juga menyebut, kegagalan meloloskan PPP melalui Mahkamah Konstitusi (MK) menambah bukti tersebut.
"Gugatan ke MK tidak didampingi pengacara yang profesional. Terkesan main-main," kata Johan Syafaat, Rabu (22/5/2024).
Dia juga menilai, bahwa jajaran petinggi partai tidak peka membaca situasi dan perkembangan politik. Jajarannya pun turut mendukung adanya Muktamar Luar Biasa.
"Kami kader akar rumput sangat kecewa dengan hasil itu. Maka Mardiono harus mundur," tegasnya.
Dia pun turut berharap MK mengabulkan gugatan PPP hingga lolos ke Senayan.
"Karena PPP adalah satu-satunya partai yang berasaskan Islam sebagai wadah aspirasi politik umat Islam di Indonesia," pungkasnya.
Sementara itu, Plt Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M. Mardiono menginstruksikan kepada seluruh kader dan pengurus PPP untuk bisa fokus dalam memenangkan Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Pernyataan itu disampaikan oleh Mardiono, seraya merespons hasil putusan sela Mahkamah Konstitusi RI (MK) terhadap gugatan PPP atas hasil Pileg 2024.
Dalam putusan sela itu, beberapa gugatan PPP ditolak oleh hakim konstitusi dan tidak bisa dilanjutkan ke tahap pembuktian.
Atas putusan tersebut, Mardiono meminta kepada jajarannya untuk tetap berjuang dengan PPP dalam upaya pemenangan Pilkada yang akan digelar pada November 2024.
"Selanjutnya kepada seluruh pengurus dan kader di seluruh Indonesia saya instruksikan untuk berjuang untuk sukseskan pemilu kada serentak tahun 2024," kata Mardiono saat jumpa pers di Kantor DPP PPP, Jakarta, Rabu (22/5/2024).