Mantan Wakil Ketua MK Sebut Sistem Noken Rawan Dimanipulasi Elite Politik
Hal ini disampaikan Aswanto saat hadir menjadi ahli pada perkara sengketa hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2018-2022, Aswanto menyadari sistem noken yang diterapkan pada pemilihan di Papua rentan dimanipulasi elite politik, hingga memicu sistem broker yang berujung pada praktik politik uang.
Hal ini disampaikan Aswanto saat hadir menjadi ahli pada perkara sengketa hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (27/5/2024).
Baca juga: Mantan Hakim MK Aswanto: Penggelembungan Suara Jadi Modus Oknum Menangkan Partai & Caleg Tertentu
"Namun memang sistem noken ini juga menuai kritik karena memicu sistem broker berujung pada politik uang dan rentan dimanipulasi elite politik," kata Aswanto
Lebih lanjut Aswanto menyebut sistem noken memang diakui kebenarannya oleh masyarakat wilayah adat setempat. Sistem noken juga dianggap sebagai pendekatan paling realistis untuk mencegah konflik dan disintegrasi.
"Saya mengutip beberapa hasil riset mengenai noken yang kesimpulannya bahwa sistem ini diakui kebenarannya. Terlepas dari pengakuan kebenaran, MK menyatakan bahwa sistem noken konstitusional karena dianggap sebagai pendekatan paling realistis untuk mencegah konflik dan disintegrasi," katanya.
Baca juga: Mantan Hakim MK Sebut Mayoritas Rekapitulasi Suara di Papua Harus Dinyatakan Batal, Ini Alasannya
Tapi kritik dan kerawanan dalam sistem noken juga menjadi sebuah permasalahan. Bahkan, dirinya mengaku sistem ikat atau noken yang seharusnya dihadiri oleh masyarakat, bermufakat menyaksikan mandat suara diberikan kepada peserta pemilu sebagaimana mestinya, sering tidak dilakukan.
“Bahkan sebenarnya pada hari pemilihan itu yang katanya sistem noken atau ikat itu masyarakat yang ada di situ hadir bermufakat menyaksikan yang telah dimusyawarahkan sebelumnya apakah betul diserahkan kepada yang sebagaimana mestinya, itu sebenarnya juga sering tidak terjadi," kata Aswanto.
Di sisi lain, permasalahan juga muncul dari KPU di mana rekapitulasi suara untuk sistem noken tidak dilakukan pada tingkat TPS, melainkan langsung ke tingkat distrik atau kecamatan.
Menurutnya hal ini melanggar asas atau prinsip keteraturan sebagaimana peraturan perundang-undangan yang menyatakan rekapitulasi dilakukan dari tingkat TPS hingga ke tingkat nasional.
Baca juga: Mantan Hakim MK Beberkan Modus Penyelenggara Pemilu Kurangi Suara Berdalil Salah Tulis
KPU kata dia, harus berani jujur bahwa mayoritas penghitungan suara di wilayah Papua yang menerapkan sistem noken, tidak dilakukan mulai dsri tingkat TPS.
"Ini yang harus kita benahi agar kita tidak berulang terus, rasanya capek kita mendengar setiap pemilu pasti ada konflik semacam itu," ungkap Aswanto.