Mantan Hakim MK Mengaku Sedih dengan Putusan MA Soal Syarat Usia Calon Kepala Daerah
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2006, Maruarar Siahaan, mengaku sedih dengan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2006, Maruarar Siahaan, mengaku sedih dengan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024.
Dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024, MA mengabulkan permohonan Hak Uji Materi (HUM) yang dimohonkan Ketua Umum Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) Ahmad Ridha Sabana.
Melalui Putusan itu, MA membuka peluang seseorang dapat mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur jika berusia minimal 30 tahun dan calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil walikota jika berusia minimal 25 tahun terhitung saat dilantik sebagai kepala daerah defintif.
"Saya agak sedih melihat putusan itu," kata Maruarar, saat ditemui Tribunnews.com di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (3/6/2024).
Maruarar menilai perubahan syarat pencalonan kepala daerah yang dilakukan MA contradictio interminis alias mengandung hal yang bertentangan, dalam hal ini dengan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada.
Baca juga: Putusan MA Syarat Usia Minimal Kepala Daerah Terlalu Dipaksakan dan Tak Rasional
"Ada di situ yang disebutkan contradictio interminis, karena kalau ukurannya calon (kepala daerah) itu diukur 30 tahun pada saat pelantikan, pada saat pelantikan dia bukan calon lagi, tapi (sudah) pasangan terpilih," kata Maruarar.
Tetkait hal yang bertentangan, mantan hakim konstitusi itu menyoroti, tolak ukur terhitungnya usia calon kepala daerah tidak termuat dalam UU Pilkada.
Namun, dalam Pasal 4 Ayat (1) Peraturan KPU 9/2020, menyebutkan tahap 'penetapan' sebagai titik waktu terhitungnya syarat usia calon.
Karena itu, menurut Maruarar, KPU sejatinya kebingungan untuk menetapkan waktu terhitungnya syarat usia calon kepala daerah tersebut lantaran hal itu tidak diatur dalam aturan yang lebih tinggi, yakni UU Pilkada.
Baca juga: Putusan MA Syarat Usia Minimal Kepala Daerah Terlalu Dipaksakan dan Tak Rasional
"Karena tidak disebutkan dalam UU, KPU menetapkan saat terakhirnya, yaitu penetapan calon itulah ukuran terakhirnya. Tapi kalo MA pakai ukuran saat pelantikan, dia bukan lagi calon pasangan, melainkan pasangan terpilih," jelas Maruarar.
"Dia (sosok calon) sudah berhenti jadi calon pada saat penetapan. Kenapa KPU membuat aturan yang tidak ada di pasal (Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada) itu? Karena penetapan saat terakhir untuk diukur jadi calon," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, bakal calon kepala daerah perseorangan telah menyerahkan syarat dukungan untuk Pilkada 2024 berdasarkan Keputusan KPU Nomor 532 tahun 2024 yang menginduk pada Peraturan KPU Nomor 9 tahun 2020.
Artinya, rangkaian proses pencalonan jalur perseorangan dilakukan dengan keberlakuan syarat usia yang masih menggunakan ketentuan berusia paling rendah 30 tahun untuk cagub cawagub dan 25 tahun untuk calon di pilkada kabupaten/kota terhitung sejak penetapan pasangan calon.