Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Warga Sumenep Gugat UU Pilkada ke MK, Minta Calon Kepala Daerah Dapat Maju Melalui Dukungan Ormas

Ahmad Farisi merasa sulit untuk mendapatkan calon alternatif kepala daerah yang maju melalui jalur independen setiap gelaran pilkada.

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Warga Sumenep Gugat UU Pilkada ke MK, Minta Calon Kepala Daerah Dapat Maju Melalui Dukungan Ormas
Tribunnews/Mario Sumampow
Sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi, Selasa (2/7/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Warga dari Sumenep menggugat Undang-Undang (UU) Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pengujian materiil UU di Gedung MK, Jakarta, Selasa (2/7/2024).

Ahmad Farisi, A Fahrur Rozi, dan Abdul Hakim selaku pemohon I-III dalam sidang perkara nomor 43/PUU-XXII/2024 ini meminta supaya bakal calon kepala daerah dapat maju melalui dukungan organisasi masyarakat (ormas).

Baca juga: PDIP dan PKB Bertemu, 3 Nama Muncul Jadi Penantang Khofifah-Emil di Pilkada Jatim 2024

Dalam permohonan, Ahmad Farisi merasa sulit untuk mendapatkan calon alternatif kepala daerah yang maju melalui jalur independen setiap gelaran pilkada.

Sebab, selama ini, kepala daerah khususnya di daerah pemilihannya didominasi oleh calon yang diusung oleh partai politik, sedangkan calon perseorangan nyaris tidak pernah ada.

Padahal, Farisi sangat berharap ada calon perseorangan di daerah pemilihannya sebagai antitesa dari calon yang diusung oleh partai politik.

Selain karena sulit mendapatkan calon alternatif, ia menilai secara tidak langsung partai politik saat ini tidak lagi professional dalam merekrut calon kepala daerah.

BERITA TERKAIT

"Pemohon I sangat berharap ada calon perseorangan di daerah pemilihan Pemohon I sebagai antitesa dari calon yang diusung oleh partai politik. Pemohon I memiliki harapan demikian karena secara tidak langsung Pemohon I merasa partai politik tidak lagi professional dalam merekrut calon kepala daerah," ujar Abdul Hakim saat membaca isi permohonan di ruang sidang.

Para pemohon menilai ormas sebagai sebagai pelaku sosial (social engeneering) perlu juga ditempatkan tidak hanya sebagai objek penilai dan pemilih dalam gelaran politik elektoral seperti pilkada, melainkan juga sebagai subjek pelaku politik (political engeneering) yang diberikan kesempatan dan memiliki kewenangan untuk mengajukan calon perseorangan di luar pada jalur partai politik.

Baca juga: Tokoh Golkar Sumsel Dukung Rodi Wijaya-Imam Senen di Pilkada Lubuklinggau Usai Seleksi Internal

Dalam petitumnya, ketiga pemohon meminta supaya MK menyatakan Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dari organisasi masyarakat atau perkumpulan masyarakat yang tercacat dan terverifikasi oleh Gubernur/Bupati/Walikota setempat minimal 5 yang masing-masing tersebar di 5 kabupaten/kota”.

Mereka juga meminta MK menyatakan Pasal 41 ayat (2) huruf a, b, c, d, e Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Calon Perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota jika memenuhi syarat dukungan dari organisasi masyarakat atau perkumpulan masyarakat yang tercacat dan terverifikasi oleh Bupati/Walikota/Kecamatan setempat minimal 5 (untuk daerah kabupaten) dan 4 (untuk daerah kota) yang masing-masing tersebar di 5 kecamatan (untuk daerah kabupaten) dan 4 kecamatan (untuk daerah kota)”.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas