DEEP Indonesia Dukung Pemberi dan Penerima Politik Uang di Pilkada Sama-sama Dipidana
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Lolly Suhenty menyatakan penerima politik uang dalam pilkada sama-sama bakal dipidana.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Baik pemberi maupun penerima politik uang dalam pilkada sama-sama bakal dikenai sanksi pidana.
Hal itu merupakan sebuah angin segar sebab subjek hukum dalam pilkada tidak seperti seperti pemilu yang terbatas.
Baca juga: Jelang Pilkada Serentak, Benny Susetyo Minta Rakyat Tak Terpengaruh Politik Uang
“Di pilkada itu pemberi dan penerima sama sama dikenakan pidana, ini menjadi angin segar,” kata Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati saat dikonfirmasi, Jumat (26/7/2024).
“Karena subjek hukumnya luas, tidak sesempit pemilu yang sangat terbatas hanya pada tim kampanye yang tercatat di KPU, peserta pemilu,” sambungnya.
Namun di satu sisi, ia masih menyayangkan kondisi penerapan hukum di lapangan yang masih tidak berimbang bagi beberapa pihak.
Baca juga: Jelang Pilkada 2024, Kapolda Metro Jaya Minta Warga Tolak Politik Uang
“Hanya sayangnya kondisi di lapangan kerap kali konstitusi ini diselewengkan, masyarakat yang kena pidana tapi pemberinya berkeliaran,” ujarnya.
Ia pun mencontohkan kasus pada Pilkada 2018 di Kabupaten Ciamis di mana inkrah tiga bulan percobaan karena membagikan politik uang.
Namun di satu sisi Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) tidak menghukum aktor utama yang memberikan poltiik uang itu.
“Aktor utamanya yang memberikan uang itu malah selamat,” kata Neni.
Sebelumnya, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Lolly Suhenty menyatakan penerima politik uang dalam pilkada sama-sama bakal dipidana.
"Ingat, ada perbedaan ketentuan terkait politik uang dalam pemilihan gubernur, bupati dan walikota dalam pemilu," kata Lolly dalam keterangannya, Rabu (24/7/2024).
"Pada pemilihan (pilkada), baik pemberi maupun penerima politik uang terancam sanksi pidana," sambungnya.
Lolly menjelaskan, ketentuan larangan politik uang dalam pilkada tertuang pada pasal 73 ayat (4) Undang-Undang 10/2016 tentang Pilkada.
Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih; menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Baca juga: Pengamat Khawatir Politisasi Bansos dan Politik Uang Akan Berkembang Subur di Pilkada 2024
Adapun untuk sanksinya, tertuang dalam pasal 187A UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada yang berbunyi demikian:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).