Kontroversi Pasangan Dharma-Kun yang Diduga Catut NIK, Bagaimana Jika Terbukti, Bisakah Dibatalkan?
Pencatutan nomor induk kependudukan (NIK), untuk mendukung pencalonan pasangan independen di Pilkada merupakan tindak pidana.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa bulan jelang pemilihan gubernur, warga Jakarta dihebohkan dengan pencatutan nama dan NIK secara sepihak untuk mendukung pasangan calon independen Pilgub Jakarta, Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
Bagaimana hal ini jika dilihat dari kacamata hukum, adakah sanksi yang menjeratnya?
Jika dilihat dari sisi hukum, pencatutan nama sepihak ini bisa dikenakan pidana.
Jerat Pidana berupa kurungan badan maupun denda terhadap orang maupun penyelenggara yang mencatutkan nama sepihak ini tertuang dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
“Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan,” demikian bunyi Pasal 185A Ayat 1 dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 yang dikutip pada Jumat, 16 Agustus 2024.
Dalam UU tersebut juga disebutkan denda paling sedikit yakni Rp36 juta dan paling banyak Rp72 juta, bagi penyelenggara maupun orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan memalsukan data dukungan tersebut.
Penyelenggara yang dimaksud dalam pasal ini yakni anggota PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi hingga orang yang diberikan kewenangan untuk melakukan verifikasi dan rekapitulasi.
Terpisah, Pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum UI Titi Anggraini menjelaskan pencatutan nomor induk kependudukan (NIK), untuk mendukung pencalonan pasangan independen di Pilkada merupakan tindak pidana.
Mulanya Titi mengungkapkan maraknya dugaan dan juga keluhan terkait pencatutan data warga khususnya di Jakarta. Harus direspon cepat oleh Bawaslu.
"Dalam Undang-Undang Pilkada pada pasal 185 dan pasal 186 disebutkan penggunaan keterangan yang tidak benar. Atau dukungan palsu terhadap pencalonan perseorangan merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara maksimal 36 bulan dan denda maksimal 36 juta," kata Titi, Jumat (16/8/2024).
"Jika terbukti terjadi manipulasi, maka merupakan pelanggaran administratif dan pidana. Kalau mempengaruhi syarat dukungan, maka bisa berdampak pembatalan sebagai Paslon karena tidak memenuhi syarat dukungan pencalonan."
Kemudian dikatakan Titi atas indikasi dan temuan awal dugaan kecurangan tersebut. Bawaslu tidak perlu menunggu karena patut diduga kuat merupakan pelanggaran pilkada dan merupakan tindak pidana pemilihan.
"Bagi mereka yang namanya atau datanya dicatut diharapkan untuk mau atau bersedia melaporkannya ke Bawaslu. Sehingga bisa diproses hukum dan bisa memberikan efek jeral kepada mereka yang melakukan pencatutan atau pelanggaran," tegasnya.
Sebelumnya kabar dugaan pencatutan nomor induk kependudukan (NIK) untuk mendukung pencalonan pasangan cagub dan cawagub jalur independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana viral.