Kala Rakyat Gaungkan 'Peringatan Darurat' usai DPR Anulir Putusan MK, Jokowi Justru Tanggapi Santai
Aksi DPR menganulir Putusan MK terkait Pilkada berujung pada aksi masyarakat yang menggaungkan video berisikan narasi peringatan darurat di medsos.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Setelah DPR menganulir Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 terkait Pilkada, kini masyarakat ramai menggaungkan video berisikan narasi peringatan darurat di media sosial.
Diketahui video tersebut berlatarkan warna biru dan terdapat gambar lambang garuda.
Peringatan Darurat ini merupakan bentuk protes rakyat pada sejumlah tokoh di tengah upaya DPR dan pemerintah menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas syarat pencalonan kepala daerah.
Kini kata kunci 'Peringatan Darurat' di media sosial X pun menduduki jejeran trending topic dengan menghimpun lebih dari 6.955 tweet.
Bersamaan dengan itu, tagar '#KawalPutusanMK' juga merajai trending topic X dengan menghimpun lebih dari 24.550 tweet.
Tak hanya itu, banyak warganet hingga publik figur yang mengunggah video maupun foto 'Peringatan Darurat' ini di media sosial Instagram mereka masing-masing.
Di antaranya ada Komika Bintang Emon, Pandji Pragiwaksono, Ernest Prakasa.
Lalu ada Sutradara Joko Anwar, Aktor Refal Hady, hingga politikus Wanda Hamidah.
Di Balik Tagar Peringatan Darurat dan #KawalPutusanMK
Viralnya postingan 'Peringatan Darurat' di media sosial muncul usai DPR RI dinilai mengabaikan hasil putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat calon kepala daerah.
Badan Legislasi DPR RI untuk revisi UU Pilkada mendesain pembangkangan atas dua putusan MK kemarin.
Pertama, mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah pileg sebelumnya, suatu beleid yang dengan tegas sudah diputus MK bertentangan dengan UUD 1945.
Kedua, mengembalikan batas usia minimal calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan, meskipun MK kemarin menegaskan bahwa titik hitung harus diambil pada penetapan pasangan calon oleh KPU.
MK sendiri sudah berulang kali menegaskan bahwa putusan Mahkamah berlaku final dan mengikat.
Pada putusan terkait usia calon kepala daerah, majelis hakim konstitusi sudah mewanti-wanti konsekuensi untuk calon kepala daerah yang diproses dengan pembangkangan semacam itu.
Baca juga: DPR Ngebut Revisi UU Pilkada untuk Anulir Putusan MK, Segera Disahkan dalam Rapat Paripurna Besok
DPR Anulir Putusan MK soal Pilkada, Jokowi Santai Menanggapi, Anggap itu Hal Biasa
Kala rakyat ramai menggaungkan 'Peringatan Darurat' imbas DPR yang menganulir Putusan MK soal Pilkada, Presiden Jokowi justru memberikan tanggapan santai.
Menurut Jokowi, putusan yang dikeluarkan MK dan DPR merupakan bagian dari proses konstitusi yang biasa terjadi di Indonesia.
"Itu proses konsitusional yang biasa terjadi di lembaga-lembaga negara yang kita miliki," ucapnya dalam pernyataan pers yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (21/8/2024).
Lebih lanjut Jokowi mengaku akan menghormati Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan Putusan MK.
"Kita hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara," imbuhnya.
Putusan MK soal Syarat Pencalonan Pilkada 2024
MK sebelumnya memutuskan terkait syarat usia calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan kepala daerah.
Keputusan MK terkait syarat usia calon kepala daerah tertuang dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Anthony Lee dan Fahrur Rozi, Selasa (20/8/2024).
"Persyaratan usia minimum, harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah ketika mendaftarkan diri sebagai calon," ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra, Selasa (20/8/2024).
"Titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah," tambahnya.
Penegasan MK ini berkebalikan dengan tafsir hukum yang dilakukan Mahkamah Agung (MA) belum lama ini.
Baca juga: INFOGRAFIS Baleg DPR Membangkang 2 Keputusan MK, Bagaimana Nasib Anies dan Kaesang?
Melalui putusan nomor 24 P/HUM/2024, MA mengubah syarat usia calon dari sebelumnya dihitung dalam Peraturan KPU (PKPU) saat penetapan pasangan calon, menjadi dihitung saat pelantikan calon terpilih.
MA menilai bahwa PKPU itu melanggar UU Pilkada.
Sementara itu, keputusan MK terkait ambang batas pencalonan kepala daerah tertuang dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Buruh dan Gelora.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan yang digelar pada Selasa (20/8/2024).
Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Baca juga: Jokowi Tanggapi Santai Putusan MK dan DPR, Sebut Hal yang Biasa Terjadi: Kita Hormati
Berdasarkan putusan MK tersebut, partai politik atau gabungan partai politik cukup memenuhi threshold ini untuk mengusung gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai 2 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 10 persen
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 2-6 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 8,5 persen
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 6-12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 7,5 persen
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 6,5 persen.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Wahyu Aji/Taufik Ismail)