Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PDIP Segera Putuskan Calon Gubernur yang Diusung di Pilkada Jakarta 2024, Tiga Sosok Ini Menguat

Eriko menambahkan pihaknya segera melaporkan soal Cagub Jakarta yang diusung PDIP kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in PDIP Segera Putuskan Calon Gubernur yang Diusung di Pilkada Jakarta 2024, Tiga Sosok Ini Menguat
Kolase Tribunnews
PDIP bicara peluang mengusung Anies Baswedan, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), hingga Hendrar Prihadi di Pilkada Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyusul Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat pencalonan kepala daerah dalam Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, DPP PDI Perjuangan akan menggelar rapat pada siang ini.

PDIP akan membahas mengenai semua Pilkada 2024.

"Nanti akan rapat DPP membahas Pilkada, memang tidak khusus Jakarta tapi semua daerah yang masih ada katakanlah perubahan perubahan sedikit banyaknya," kata Ketua DPP PDIP Eriko Sutarduga di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (20/8/2024).

Khusus Pilkada Jakarta, pihaknya masih melakukan pematangan mengenai siapa yang akan diusung dalam Pilkada Jakarta 2024.

"Nanti pasti pertanyaan teman-teman ini apa Ahok apakah Pak Anies apakah siapa lagi Hendra Priyadi nah ini kita harus matangkan karena perubahan ini baru saja kami terima," kata Eriko.

Eriko menambahkan pihaknya segera melaporkan soal Cagub Jakarta yang diusung PDIP kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Baca juga: Baleg DPR Rapat Bahas Revisi UU Pilkada Hari Ini, PDIP Beri Wanti-wanti

"Khusus DKI Jakarta untuk kami harus melaporkan ini kepada ibu ketua umum kebetulan tadi pagi saya ketemu beliau belum ada keputusan ini belum ada kabar ini lah ini kami harus menyampaikan kabar baik ini kepada ibu ketua umum.

Berita Rekomendasi

Kami tentu akan berdiskusi bersama ibu ketua umum dan juga dengan DPP apa yang terbaik yang harus diputuskan oleh partai," katanya.

Putusan MK membuka peluang PDIP bisa mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenurnya sendiri.

PDIP berpeluang mengusung Anies Baswedan dan mantan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.

Hal itu sebagaimana pernyataan Ketua DPP PDIP Said Abdullah, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/8) kemarin.

"Kalau peluangnya dapat, kami akan bawa Anies sebagai orang pertama dan Hendi (Hendrar Prihadi) sebagai orang kedua," kata Said.

Said menyebut, PDIP sudah berkomunikasi dengan Anies Baswedan terkait Pilkada Jakarta.

Dia mengungkapkan, Anies sudah dipilih menjadi orang pertama di Jakarta dan kader PDIP di posisi cawagub.

"Saya yang komunikasi (dengan Anies). Ya memang dari sejak awal Pak Anies yang Cagub. Kami akan orang keduanya," ujar Said.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) membuka peluang untuk mengusung Anies Baswedan sebagai calon gubernur pada Pilgub Jakarta 2024.

Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Komarudin Watubun mengatakan, peluang Anies dicalonkan akan sangat kuat jika mantan gubernur DKI Jakarta itu bersedia menjadi kader PDIP.

Diketahui, kemungkinan PDIP untuk mengusung Anies terbuka usai Mahkamah Konstitusi (MK) merubah syarat pencalonan kepala daerah Pilkada, yang membuat PDIP bisa mengusung pasangan calon sendiri di Pilkada Jakarta.

Hal itu disampaikan Komarudin saat ditanya peluang partainya untuk mengusung Anies.

Baca juga: Baleg DPR Hari Ini Gelar Rapat Bahas Putusan MK dan Pilkada, untuk Jegal Anies?

"Yang kita harapkan memang harus menjadi kader partai," kata Komarudin di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Selasa (20/8).

"Karena kita berpengalaman. Yang kita kaderkan saja bisa berkhianat, apalagi yang tidak dikaderkan. Kan gitu," terang dia.

Pada dasarnya PDIP bakal memprioritaskan kader sendiri untuk diusung pada Pilkada.

Apalagi, PDIP merasa memiliki sejumlah kader potensial, misalnya mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat.

Selain itu, masih ada anggota DPR dapil Jakarta yang juga dianggap potensial, diantaranya Eriko Sotarduga dan Masinton Pasaribu.

"Kita masih punya kader, ada Ahok, ada Djarot, ada Eriko. Ada Masinton. Kan itu kader-kader partai semua. Tinggal kita lihat siapa yang kira-kira ditugaskan, Ibu ketua umum tugaskan untuk dipilih oleh rakyat DKI Jakarta," jelas Komarudin.

Lebih lanjut, Komarudin menegaskan bahwa kewenangan memutuskan calon kepala daerah yang akamn diusung ada di tangan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Hak prerogatif yang berbicara. Jadi Anda tidak usah takut. PDI Perjuangan pasti akan tiba saatnya, PDI Perjuangan akan ajukan calon," tegasnya.

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Basuki Tjahja Purnama atau Ahok mengungkapkan tengah menunggu hasil rapat DPP Partai terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal persyaratan mendukung calon kepala daerah sehingga dia belum mau mengomentari lebih jauh soal putusan MK tersebut.

"Kami sedang nunggu hasil rapat DPP," kata Ahok kepada wartawan, Selasa (20/8/2024).

Lebih lanjut, Ahok juga ditanya kemungkinan hasil rapat DPP ini bakal diputuskan atau masih mematangkan untuk Pilkada Jakarta pada hari ini?

Termasuk, soal kemungkinan PDIP mengusung Anies Baswedan atau dirinya di Pilkada Jakarta.

Ahok pun merespons bahwa keputusan MK ini tentu akan merubah peta politik pencalonan kepala daerah se-Indonesia.

"Ini kemungkinan mengubah seluruh peta pencalonan se-Indonesia," jelas Ahok.

Juru Bicara Anies Baswedan, Angga Putra Fidrian menaruh optimisme potensi perubahan masih mungkin terjadi hingga tikungan terakhir.

Hal ini disampaikan menanggapi putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) yang merekonstruksi syarat pencalonan kepala daerah, dan kaitannya dengan peluang Anies maju Pilkada Jakarta 2024.

Berdasarkan putusan Putusan MK 60/PUU-XXII/2024. Kini pencalonan kepala daerah dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT) di provinsi tersebut, di mana Jakarta memiliki DPT 8,2 juta. Sehingga parpol atau gabungan parpol cukup memenuhi 7,5 persen suara berdasarkan pileg sebelumnya.

Menurut Angga, politik Indonesia akan berlangsung dinamis hingga detik-detik penutupan pendaftaran, termasuk dalam Pilkada Jakarta 2024.

“Politik Indonesia itu dinamis sampai penutupan pendaftaran. Maka Anies Baswedan optimis bahwa tikungan akhir pasti ada perubahan,” kata Angga kepada wartawan, Selasa (20/8).

Sebagaimana diketahui pendaftaran pencalonan kepala daerah dibuka oleh KPU pada 27 Agustus 2024 dan berlangsung selama 3 hari hingga 29 Agustus 2024.

Sampai tanggal itu tiba, Angga masih optimis, semua kemungkinan terbuka bagi Anies.

Dirinya juga yakin masih ada partai politik yang punya aspirasi sejalan dengan Anies.

Dia kemudian berkaca dari pelaksanaan Pilkada DKI 2017, Pemilu 2019 dan Pemilu 2024.

Pada Pilkada DKI 2017, Anies dipilih oleh Gerindra dan PKS sebagai calon gubernur Jakarta ketika subuh sebelum pendaftaran ke KPU.

Kemudian pada Pemilu 2019, ada Mahfud MD yang sudah disiapkan sebagai cawapres mendampingi Joko Widodo (Jokowi), tapi hanya hitungan jam keputusan itu berubah.

Teranyar pada Pemilu 2024, Prabowo Subianto santer akan menggandeng Erick Thohir.

Tapi akhirnya Prabowo mengumumkan Gibran Rakabuming Raka sebagai pendampingnya.

“2017, Pak Anies jadi Gubernur Jakarta itu ditentukan subuh sebelum pendaftaran. 2019 sudah ada yang siap jadi cawapres tapi ternyata cawapres yang diumumkan beda. 2024 Prabowo - Erick Thohir atau Prabowo - Ganjar. Tiba-tiba berubah jadi Prabowo - Gibran,” jelas dia.

Saat ini tersisa PDI Perjuangan yang tak mengumumkan pencalonan Pilkada Jakarta 2024 lantaran kekurangan perolehan suara.

Di satu sisi, 12 partai politik telah mengusung Ridwan Kamil - Suswono di Pilkada Jakarta.

Mereka adalah Gerindra, Golkar, PKS, PAN, NasDem, Demokrat, PKB, PSI, Gelora, Garuda, PPP, dan Perindo.

Putusan MK ini membuka peluang bagi PDIP untuk mengusung calonnya sendiri, mengingat PDIP memiliki 14,01 persen suara hasil pileg 2024 kemarin.

Analis Komunikasi Politik sekaligus Founder Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio (Hensat) menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah.

Menurutnya, putusan MK itu berpengaruh terhadap konstelasi Pilkada di daerah-daerah besar, salah satunya Jakarta.

Hensat mengatakan, Pilkada Jakarta nantinya bisa memiliki 3 pasang calon berkat putusan MK itu.

Dia pun tak menampik jika saat ini publik pun kembali menunggu keputusan PDI Perjuangan (PDIP) sebagai satu-satunya parpol dengan kursi yang cukup besar namun belum mencalonkan sosok.

Hensat menyebut, PDI Perjuangan bisa saja mengusung kader internal.

Bahkan, menurutnya, tak menutup kemungkinan jika nantinya PDI Perjuangan akan mengusung Anies Baswedan.

"Akankah PDI Perjuangan kemudian memutuskan untuk mengusung kader Internal atau Anies Baswedan? Kemungkinan mengusung Anies memang terbuka, namun tak menutup juga PDI Perjuangan memilih mengusung kadernya sendiri," kata Hensat kepada wartawan, Selasa (20/8).

Dia menyebut, terdapat sejumlah nama internal yang berpotensi diusung PDI Perjuangan di Jakarta. Nama-nama tersebut adalah mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok dan mantan Gubernur Banten Rano Karno.

"Namun, kalau semangatnya untuk mengalahkan Jokowi, PDI Perjuangan bisa saja pada akhirnya meminta pengertian konstituen untuk bersama mendukung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta," ujar Hensat.

Di sisi lain, dia berharap dengan adanya putusan ini, parpol-parpol selain PDI Perjuangan kini membuka opsi untuk mulai mengusung calonnya sendiri tanpa harus mengikuti koalisi besar.

"Parpol-parpol harusnya bisa mencalonkan sendiri, kan hanya 7,5 persen, jangan mengintil-intil berkoalisi padahal bisa mencalonkan sendiri, ini saatnya parpol bisa mengusung sendiri kadernya tanpa tergantung koalisi," jelas Hensat.

Kemenangan Lawan Oligarki

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus menilai, putusan MK harus dilihat sebagai kemenangan melawan oligarki partai politik yang hendak membajak demokrasi dan kedaulatan rakyat dengan strategi 'kotak kosong'.

"Putusan ini harus dipandang positif sebab memastikan hadirnya lebih dari 1 pasang calon dalam pemilukada di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi," kata Deddy kepada wartawan, Selasa (20/8).

"Semakin banyak calon tentu makin banyak pilihan pemimpin yang bisa dipertimbangkan oleh rakyat. Dan itu baik bagi rakyat dan parpol, tetapi buruk bagi oligarki dan elite politik yang antidemokrasi," sambung dia.

Deddy juga menilai, dengan putusan ini maka politik mahar dalam Pilkada Kabupaten/Kota dan Provinsi bisa ditekan seminimal mungkin.

Sebab, Parpol mau tidak mau dipaksa untuk mengusung orang-orang terbaik sebagai calon.

Dia juga menyebut, putusan ini juga memberi kesempatan bagi partai-partai non parlemen untuk ikut berpartisipasi dalam Pilkada.

"Dengan demikian tidak ada suara rakyat yang hilang. Bagi partai-partai yang ada di parlemen tentu ini akan mendorong proses kaderisasi dan rekrutmen calon yang lebih baik," tegas Deddy.

Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP ini pun mrnganggap, bahwa putusan MK itu merupakan kabar baik dan menggembirakan.

Sebab, selama ini ada upaya penguasa dan antek-anteknyanya yang berupaya memojokkan PDI Perjuangan sehingga tidak bisa mencalonkan di banyak daerah.

"Dengan ini kami memastikan bisa maju di daerah-daerah yang selama ini dikuasai oligarki tertentu seperti DKI, Jabar, Jatim, Jember, Banten, Papua dan sebagainya," pungkas Deddy.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.

Hal tersebut sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.

MK menolak permohonan provisi para pemohon. Namun, Mahkamah mengabulkan bagian pokok permohonan.

"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8).

Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut

d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5% (enam setengah persen) di provins itersebut;

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".

Sebelumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora menggugat aturan terkait batasan partai politik tanpa kursi di DPRD dalam pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada.

Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).

Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."

Ketua tim hukum Partai Buruh dan Partai Gelora, Said Salahuddin, mengaku pihaknya dirugikan secara konstitusional atas keberlakuan pasal a quo.

Lebih lanjut, ia menilai, persyaratan pendaftaran pasangan calon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol lebih berat daripada persyaratan pendaftaran pasangan calon dari jalur perseorangan.

"Paslon yang diusulkan parpol, berbasis pada perolehan suara sah. Sedangkan, paslon perseorangan berbasis pada dukungan KTP pemilih," ungkapnya.

Dalam petitumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora meminta MK, menyatakan Pasal 40 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jika hasil bagi jumlah akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum Anggota Dewan Perwakailan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan menghasilkan angka pecahan, maka dihitung dengan pembulatan ke atas". (Tribun Network/Yuda)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas