Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Demokrat Minta Harus Ada Sosok Penengah Selesaikan Kisruh Aturan Pencalonan Pilkada 2024

Demokrat nilai harus ada penengah yang selesaikan kisruh aturan pencalonan Pilkada 2024.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Demokrat Minta Harus Ada Sosok Penengah Selesaikan Kisruh Aturan Pencalonan Pilkada 2024
Chaerul Umam
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman. Demokrat nilai harus ada penengah yang selesaikan kisruh aturan pencalonan Pilkada 2024. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memutuskan menunda rapat paripurna pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Partai Demokrat pun buka suara mengenai penundaan tersebut.

Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman menilai carut marut aturan pencalonan Pilkada 2024 lantaran adanya petarungan yang tajam antara lembaga negara.

"Kekisruhan yang terjadi ini akibat pertarungan tajam tantangan lembaga-lembaga negara yang ada sekarang terutama di bidang Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan pembentuk UU di DPR," kata Benny K Harman di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (22/8/2024).

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu menilai nantinya perlu ada sosok penengah yang bisa menjadi jembatan antara tiga lembaga negara.

Dia mengharapkan sosok itu mampu meredam kekisruhan ini.

"Perlu ada penengah, perlu ada yang menjembatani ya, memfasilitasi memedisiasi tiga lembaga negara ini ya MK, MA dan pemerintah dan DPR perlu untuk meredam suasana ini. Antara pembentuk undang-undang di satu pihak lembaga yang melakukan kontrol hukum dilain pihak dan juga pelaksana," jelasnya.

Baca juga: Demo Tolak Revisi UU Pilkada, Massa Aksi Bawa Poster DPR Milik Rakyat Bukan Jokowi

BERITA TERKAIT

Lebih lanjut, Benny menambahkan kekisruhan itu nantinya dikhawatirkan akan menganggu keamanan politik bangsa dan tahapan Pilkada.

Karena itu, nantinya harus segera ditunjuk sosok penengah menyelesaikan masalah tersebut.

"Apabila kekisruhan tidak segera diredam maka tentu akan menganggu stabilitas keamanan dan stabilitas politik. Ya kan, akan mengganggu tahapan-tahapan pilkada, dan mood masyarakat terganggu harus ada penengah disini, siapa tokoh itu harus ada yang mengambil inisiatif," jelasnya.

Ia menambahkan masalah ini pun diharapkan bisa diselesaikan sebelum pendaftaran Pilkada 2024.
Sebab, nantinya tidak ada kepastian hukum dalam pelaksanaan Pilkada di Indonesia.

"Karena ini konflik sudah kronis, konflik MK ini akibat yang saya ngomong itu, kan udah lama pembentuk UU ini kesal dengan MK, kesalnya itu MK terkesan mengambil alih kewenangan pembentuk UU, pembentuk UU itu ada di presiden dan DPR, kewenangan MK itu hanya menyatakan norma itu atau undang-undang bertentangan dengan konstitusi titik," jelasnya.

"Silahkan pembentuk UU membuat norma baru, jangan setelah dia menyatakan bertentangan dengan UU lalu dia menambah sendiri kewenangan, itu-itu kekacauan itu. Kekacauan yang kedua inkonsistensi standar ganda. Kemudian yang ketiga gak jelas apakah putusan MK itu akan diberlakukan langsung atau tidak, itu kan masalah," sambungnya.

Ia menilai sosok bangsa yang bisa menjembatani masalah ini merupakan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Namun, dia menyerahkan siapapun yang dianggap pas untuk menyelesaikan masalah ini.

"Oleh sebab itu, untuk menengah itu ada yang bisa menjembatani memediasi, kita butuh tokoh bangsa, mungkin enggak enak kalau saya bilang Pak SBY yang paling pas. Ya kan, atau siapa menurut kalian. Kalau nanti presiden terpilih, nanti seolah-olah kan ada... demi bangsa dan negara, demi menciptakan iklam yang kondusif, apalagi ini masa transisi, kita mau transisi ini berlangsung damai," pungkasnya.

Baca juga: Pimpinan DPR Bakal Gelar Rapat Bamus, Agendakan Kembali Rapat Paripurna Pengesahan UU Pilkada

Diberitakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memutuskan menunda rapat paripurna pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Hal tersebut diungkap oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan sidang paripurna. Mulanya, ia menjelaskan bahwa rapat paripurna hanya dihadiri 89 orang anggota DPR RI.

"(Sidang paripurna) 89 hadir, izin 87 orang," kata Dasco saat memimpin sidang paripurna.

Politikus Gerindra itu menyatakan bahwa sidang paripurna ditunda karena jumlah anggota DPR RI yang hadir tidak memenuhi quorum.

Dengan begitu, kata Dasco, pihaknya akan menjadwalkan kembali sidang parpurna setelah rapat badan musyawarah (Bamus) pimpinan DPR RI,

"Oleh karena itu, kita akan menjadwalkan kembali rapat bamus untuk rapat paripura karena quorum tidak terpenuhi," ucap Dasco sembari mengetok palu sidang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas