Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bertemu Ketua KPU, HMI: Aksi Jihad Konstitusi Jilid II Bawa Angin Segar untuk Demokrasi Indonesia

HMI menggelar aksi demonstrasi yang berlangsung di depan Gedung KPU RI mendesak KPU segera mengimplementasikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Erik S
zoom-in Bertemu Ketua KPU, HMI: Aksi Jihad Konstitusi Jilid II Bawa Angin Segar untuk Demokrasi Indonesia
Istimewa
Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) bertemu dengan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Jumat (23/8/2024). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menggelar aksi demonstrasi yang berlangsung di depan Gedung Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Jumat (23/8/2024).

Aksi yang mereka sebut sebagai 'Jihad Konstitusi Jilid II' ini bertujuan mendesak KPU segera mengimplementasikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) secara penuh dan tanpa kompromi.

Aksi ini dipimpin oleh Abdul Hakim El Ketua Bidang PTKP PB HMI dan Yusuf Sugiarto sebagai Koordinator Lapangan.

Baca juga: Minta Patuhi Putusan MK, Romo Benny: KPU Benteng Terakhir Demokrasi 

Mereka memulai aksi dari Sekretariat PB HMI pada pukul 13.00 WIB dan bergerak menuju Gedung KPU RI di Jakarta Pusat.

Massa aksi yang bergerak dari Sekretariat PB HMI menyuarakan aspirasi mereka dengan semangat dan ketertiban, menuntut agar KPU menjalankan fungsinya sesuai amanat konstitusi tanpa tunduk pada tekanan politik.

Koordinator lapangan Yusuf Sugiarto mengatakan bahwa KPU memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap keputusan hukum yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) harus diimplementasikan dengan penuh.

"Aksi ini adalah bentuk keprihatinan mendalam kami, terhadap situasi politik saat ini, di mana keputusan Mahkamah Konstitusi sering kali diabaikan atau dilaksanakan setengah hati," katanya.

BERITA TERKAIT

Aksi ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran HMI atas ketidakpatuhan lembaga-lembaga negara terhadap putusan MK yang bersifat final dan mengikat (final and binding).

Sejak berdirinya MK, putusan-putusan yang dikeluarkannya seharusnya menjadi pedoman mutlak dalam pelaksanaan berbagai regulasi, termasuk yang mengatur syarat pencalonan kepala daerah.

Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024 secara khusus menjadi sorotan, karena dianggap sebagai langkah maju dalam memperkuat demokrasi elektoral di Indonesia.

Namun, langkah kontroversial yang dilakukan oleh DPR RI dan Pemerintah dalam revisi UU Pilkada pada 21 Agustus 2024, yang dinilai mengesampingkan dan mengebiri putusan MK, memicu kekhawatiran akan terjadinya pembangkangan konstitusional.

Baca juga: AHY Klaim KIM Tetap Solid Usung Ridwan Kamil Usai Putusan MK

HMI melihat ini sebagai upaya sistematis untuk melemahkan demokrasi dan memperkuat dominasi kekuasaan tertentu dalam Pilkada Serentak 2024, terutama di wilayah-wilayah strategis seperti Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Setelah menggelar diskusi intensif selama aksi berlangsung, HMI mencapai beberapa kesepakatan penting dengan Mochamad Afifuddin Ketua KPU RI.

Nota kesepakatan ini mencakup beberapa poin krusial, antara lain:

1. Revisi Syarat Usia Calon Kepala Daerah: KPU RI sepakat untuk merevisi syarat batas usia calon kepala daerah dalam Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 sesuai dengan Putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024. Hal ini dianggap sebagai langkah penting untuk memastikan bahwa regulasi KPU sejalan dengan putusan hukum tertinggi yang telah dikeluarkan oleh MK.

2. Konsistensi Implementasi Putusan MK di Seluruh Wilayah: KPU RI berkomitmen untuk mengawasi dan memastikan bahwa seluruh KPU daerah menerapkan syarat-syarat yang telah diatur dalam putusan MK secara konsisten.

Hal ini mencakup penyesuaian syarat pencalonan yang harus diintegrasikan dalam setiap tahapan Pilkada.

3. Komitmen Pengawalan oleh HMI: HMI menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal proses ini dan siap untuk kembali turun ke jalan jika KPU RI atau pemerintah mencoba untuk mengabaikan atau melanggar kesepakatan ini.

HMI menegaskan bahwa supremasi hukum adalah pilar utama yang harus ditegakkan demi menjaga demokrasi di Indonesia.

Baca juga: Partai Buruh Akan Demo KPU dan KPUD 3 Hari Desak Segera Terbitkan PKPU Pilkada Merujuk Putusan MK

HMI, tidak hanya mengkritik KPU RI tetapi juga mengecam keras langkah DPR RI dan pemerintah yang dianggap ugal-ugalan dalam melakukan revisi UU Pilkada tanpa mempertimbangkan putusan MK.

HMI menilai bahwa tindakan ini merupakan bentuk nyata dari "constitutional disobedience" atau pembangkangan terhadap konstitusi, yang jika dibiarkan, dapat merusak tatanan demokrasi dan hukum di Indonesia.

HMI menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk terus mengawal proses revisi UU Pilkada agar tetap sejalan dengan putusan MK dan tidak dikotori oleh kepentingan politik golongan tertentu. Mereka juga meminta agar aparat penegak hukum bertindak secara humanis dan tidak melakukan tindakan represif terhadap massa aksi yang menyuarakan hak-hak konstitusional mereka.

Aksi 'Jihad Konstitusi Jilid II' ini bukan hanya sekadar protes mahasiswa.

Tetapi merupakan pengingat penting bagi semua elemen bangsa bahwa supremasi hukum harus menjadi pedoman utama dalam setiap kebijakan publik.

Baca juga: Pimpinan DPR RI Minta KPU Segera Terbitkan PKPU Baru Rujukan Putusan MK

Keteguhan HMI dalam mengawal putusan MK menunjukkan komitmen mereka untuk menjaga integritas demokrasi di Indonesia.

Kesepakatan yang dicapai dengan KPU RI diharapkan dapat menjadi awal yang baik untuk memperkuat pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Namun, tantangan ke depan tetap besar, terutama dalam memastikan bahwa kesepakatan ini benar-benar diimplementasikan dalam setiap tahap pemilu yang akan datang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas