Siti Zuhro : Gerakan Coblos Semua Wujud Ketidakpercayaan Publik Terhadap Pengelola Pemilu
Menurut Prof Zuhro, peristiwa amarah publik ini datang karena cara-cara wakil rakyat tersebut menguntungkan pihak atau kelompok tertentu
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Utama Politik Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Prof Siti Zuhro mengatakan gerakan coblos semua (gercos) di Pilkada Serentak 2024, khususnya Jakarta, harus dipahami sebagai satu aksi ketidakpercayaan publik kepada pengelola pemilu, penyelenggara, pemerintah dan DPR.
“Gercos harus dipahami sebagai satu, katakan sebetulnya, ketidakpercayaan publik kepada yang mengelola pemilu,” kata Prof Zuhro dalam diskusi publik 'Bedah Tuntas - Fenomena Gercos' di Bens Zone, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).
Pilpres 2024 kata dia, memberikan banyak pelajaran buruk. Publik pun berharap kejadian di pilpres berakhir dan tak berlanjut di pilkada.
Namun pilkada yang diharapkan berjalan lebih baik juga diwarnai banyak kontroversi. Seperti keputusan Mahkamah Agung (MA) hingga revisi UU Pilkada oleh DPR dengan cara sistem kebut semalam.
Hal ini yang kemudian memicu amarah publik dan menggelar aksi demonstrasi dari berbagai kalangan di depan gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta.
Baca juga: Pakar BRIN Sebut Susu Ikan Bukan Pengganti Susu Sapi, Hanya Alternatif Gizi
Menurut Prof Zuhro, peristiwa amarah publik ini datang karena cara-cara wakil rakyat tersebut menguntungkan pihak atau kelompok tertentu.
“Kita berharap selesai di pilpres, ternyata tidak, muncul keputusan Mahkamah Agung. Masih nggak puas, revisi UU Pilkada di situ lah kita murka publik luas ini kepada pengelola pemilu, tentu yang ingin mengotak atik UU Pilkada menjadi revisi yang sangat menguntungkan yang diuntungkan tadi,” katanya.
Padahal lanjutnya, sistem demokrasi yang digunakan Indonesia sejatinya harus diikuti dengan tanggung jawab. Jika kesepakatannya begitu, maka seharusnya kebijakan atau keputusan apapun perihal pilkada atau pilpres harus berasaskan duduk sama rendah berdiri sama tinggi.
“Saya percaya pada demokrasi dengan catatan bahwa demokrasi ini akan membangun peradaban. Kalau itu kesepakatannya, maka pilkada maupun pilpres harusnya duduk sama rendah berdiri sama tinggi, tidak boleh ada yang dianak emaskan,” katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.