TNI Terapkan Standar Pengamanan Berbeda di Setiap Wilayah Pilkada
Untuk itu, Agus mengatakan TNI juga berkoordinasi dengan Kepolisian dan Forkopimda yang ada di setiap wilayah.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengatakan setiap wilayah di Indonesia memiliki klasifikasi berbeda-beda dalam konteks pengamanan Pilkada Serentak 2024.
Untuk itu, TNI menerapkan standar pengamanan yang berbeda-beda di setiap wilayah.
Hal itu diungkapkannya usai menghadiri penandatanganan MoU tentang Kerja Sama Tentang Pemajuan dan Pelindungan HAM di lingkungan TNI di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (28/10/2024).
"Ya memang setiap wilayah punya klasifikasi wilayah sendiri-sendiri. Beda mungkin kalau di Pulau Jawa mungkin beda dengan Aceh, dan Papua. Jadi, kami standar pengamanannya berbeda," ujar Agus.
Sebagaimana diketahui, dalam urusan pengamanan Pilkada Serentak 2024 TNI bertanggung jawab untuk memberi dukungan pengamanan kepada Kepolisian yang merupakan leading sector utama dalam tugas tersebut.
Untuk itu, Agus mengatakan TNI juga berkoordinasi dengan Kepolisian dan Forkopimda yang ada di setiap wilayah.
"Kita selalu update terus setiap hari situasi keamanan yang ada di seluruh wilayah Indonesia," kata Agus.
Baca juga: Debat Pilkada Jakarta, Adu Strategi 3 Paslon untuk Ramaikan Lagi Pasar Tanah Abang
Diberitakan sebelumnya Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Totok Hariyono membeberkan potensi kerawanan kampanye, pencoblosan, dan penghitungan suara Pilkada 2024.
Potensi tersebut di antaranya berupa praktik politik uang, pelibatan aparatur pemerintah, penggunaan fasilitas negara dalam kampanye, dan konflik antar peserta dan pendukung calon.
"Saat kampanye adanya potensi kerawanan, misalnya pembagian sembako atau pembagian uang," kata Totok dalam keterangannya pada Jumat (11/10/2024).
"Lalu, ada keterlibatan aparat ini yang menjadi rawan, padahal aturannya jelas jangan sampai melibatkan pejabat negara," ungkapnya.
Selain itu, potensi kerawanan saat pemungutan dan penghitungan misalnya kesalahan prosedur yang dilakukan oleh penyelenggara adhoc sehingga berpotensi terjadinya pemungutan suara ulang, pemungutan suara susulan, dan pemungutan suara lanjutan.
Kemudian, tahapan pencalonan juga memiliki kerawanan sebab dipengaruhi oleh potensi penyalahgunaan kewenangan oleh calon baik dari unsur petahana, ASN, TNI, atau Polri.
Baca juga: Pembelaan MA soal Eks Pejabatnya Zarof Ricar Diduga Jadi Makelar Kasus Sejak 2012
Totok menjelaskan, dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah terdapat larangan kepala daerah atau penjabat kepala daerah melakukan mutasi atau penggantian pejabat jelang pilkada, jika hal itu dilakukan dapat dikenakan sanksi pidana.
"Larangan adanya mutasi ini terhitung 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI," ungkap dia.
Sebelumnya Bawaslu telah merilis potensi kerawanan tersebut berdasarkan kajian dan riset Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan (IKP) Serentak 2024 yang diluncurkan pada 2022 lalu.
Empat dimensi yang digunakan dalam memetakan potensi kerawanan tersebut adalah konteks sosial politik, penyelenggaraan pemilu, kontestasi, dan partisipasi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.