Hasto Minta Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu Jamin Objektivitas dan Jurdil di Pilkada 2024
Politisi asal Yogyakarta ini memuji Sumut yang melahirkan setidaknya 12 Pahlawan Nasional. Namun, perjuangan pahlawan itu bisa ternodai oleh perilaku
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan, pemilihan kepala daerah (pilkada) yang seharusnya menjadi cermin kualitas peradaban bangsa, justru dihancurkan oleh sosok yang berambisi dengan kekuasaan.
Hasto menyebut sosok yang dimaskud senang disebut sebagai 'Raja'.
Sang 'Raja' atau yang oleh Dr. Sukidi menyerupai karakter 'Hitler dan Pinokio tersebut' kini mencoba menanamkan pengaruhnya di Sumatera Utara.
Hal itu disampaikannya saat berbicara di Forum Demokrasi bertajuk 'Selamatkan Demokrasi di Sumatera Utara', di kota Medan, Sumatera Utara, Minggu (17/11/2024).
“Sang Raja ini gemar berbohong, dan mengingkari janji-janjinya demi kuasa. Sang Raja ini gemar membagi sembako dengan dana negara untuk kepentingan anak dan menantunya. Karena ambisi Raja terhadap menantunya inilah berbagai skenario dijalankan. Penjabat daerah yang seharusnya netral disalahgunakan,” kata Hasto.
Baca juga: KPU Pastikan Hari Pencoblosan Pilkada Serentak 27 November 2024 Jadi Libur Nasional
Hasto juga membeberkan berbagai pengkhianatan demokrasi yang terjadi. Lantas, ia bertanya kemungkinan Pilkada di Sumut ditunda bila ketidaknetralan aparat tetap berlangsung.
“Apakah tindakan institusi negara yang tidak netral ini kita biarkan?” Kata Hasto.
Dijawab “Tidak,” oleh hadirin yang hadir.
“Apakah Pilkada yang nyata-nyata melibatkan aparatur negara ini layak untuk dilanjutkan?” Tanya Hasto lagi.
“Tidak,” jawab para hadiri lagi.
“Kami berharap pilkada sebagai agenda nasional tetap dilanjutkan. Tapi, syarat objektivitas dan jurdil (jujur dan adil,-red), harus dapat dijamin oleh pemerintah bersama seluruh penyelenggara pemilu. Dan kita sebagai penopangnya agar demokrasi bisa dilanjutkan,” tegas Hasto.
Politisi asal Yogyakarta ini memuji Sumut yang melahirkan setidaknya 12 Pahlawan Nasional. Namun, perjuangan pahlawan itu bisa ternodai oleh perilaku keluarga yang terus berambisi untuk terus berkuasa.
“Saya sengaja menyebut nama Para Pahlawan Nasional dari Sumatera Utara guna menegaskan bahwa inilah negeri para patriot, negeri para kusuma bangsa yang berjuang bagi kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan keluarga,” kata Hasto.
“Menyelamatkan demokrasi di Sumatera Utara adalah tugas dan kewajiban kita. Sama dengan tugas para pahlawan. Karena itulah kita berjuang dengan tidak mengenal rasa takut. Kita lawan berbagai penyalahgunaan kekuasaan yang mengebiri demokrasi. Bayangkan hanya karena ambisi satu keluarga, lalu Sumatera Utara mau dijadikan bagian dari kekuasaan keluarga. Apakah kita rela?” tanya Hasto dijawab “Tidak” oleh hadirin dengan bersemangat.
Baca juga: Cerdasnya Jawaban Dharma Pongrekun soal Pembatasan Air Tanah Bikin Dua Wanita Manggut-manggut
Hasto mengatakan pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala sungguh merasakan hal tersebut. Begitu banyak pihak yang mencoba membantu mereka dengan bergotong-royong. Namun, mereka dilarang.
“Mereka ditelepon oleh aparat negara yang memegang kekuasaan hukum. ‘Jangan pernah bantu Edy Rahmayadi dan Hasan Basri Sagala’ katanya. Berbagai tekanan tersebut menjadikan mereka berdua seperti ‘pasangan haram’ dalam Pilkada,” ujar Hasto.
“Inilah konsultasi kami yang pertama. Ketika demokrasi dibelokkan arahnya oleh kekuasaan, apakah ini akan dibiarkan?” tanya Hasto.
“Lawan,” teriak para hadirin.
“Bukankah rakyat seharusnya merdeka untuk menentukan pilihannya, lalu mengapa ada berbagai intimidasi? Apakah ini yang disebut demokrasi? Lalu ke mana kemerdekaan berpendapat rakyat Sumatera Utara? Kita tidak boleh menyia-nyiakan pengorbanan 12 Pahlawan Nasional Sumatera Utara. Kita semua akan melakukan perlawanan agar demokrasi tidak mati,” tegas Hasto.