Pakar Hukum Berharap Bawaslu Tindaklanjuti Laporan PPATK Soal Sumber Dana Kampanye Ilegal
pakar sarankan Badan Pengawas Pemilu RI dapat mengusut dugaan aliran dana kampanye yang bersumber dari aktivitas ilegal atau penyalahgunaan wewenang.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah Castro menyarankan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dapat mengusut dugaan aliran dana kampanye yang bersumber dari aktivitas ilegal atau penyalahgunaan wewenang.
Dugaan aliran dana ilegal untuk kampanye, sebelumnya diungkap oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.
Ivan menyebut ada dana dari sumber ilegal seperti kejahatan lingkungan, maupun penambangan ilegal.
"Ini untuk menjamin pemilu yang berkeadilan dan bersih dari kejahatan, terutama yang bersumber dari kejahatan sumber daya alam atau apa yang disebut sebagai green financial crime, seperti aktivitas tambang ilegal dan sejenisnya," ucap Herdiansyah kepada wartawan, Rabu (20/12/2023).
Herdiansyah berharap Bawaslu selaku pengawas pemilu tidak gentar dalam menindaklanjuti temuan PPATK ini.
Apalagi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) telah tegas melarang penggunaan dana kampanye yang bersumber dari kejahatan.
"Ketentuan Pasal 339 menyebut jika peserta pemilu, pelaksana kampanye, dan tim kampanye dilarang menerima sumbangan dana kampanye yang berasal dari hasil kejahatan, pihak asing, penyumbang yang tidak jelas identitasnya," jelas Herdiansyah.
Selain itu lanjutnya, pada Pasal 339 UU Pemilu, kata Herdiansyah, turut mewanti-wanti penggunaan dana kampanye yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), dan badan usaha milik desa (BUMDes).
"Termasuk pemerintah desa," imbuh dia.
Ancaman pidana terhadap pelanggaran atas larangan penggunaan dana kampanye yang bersumber dari kejahatan diatur pada Pasal 527 UU Pemilu.
Disebutkan pada pasal itu, peserta pemilu yang terbukti menerima sumbangan dana kampanye dari hasil kejahatan terancam pidana penjara hingga 3 tahun.
"Dan denda paling banyak Rp36 juta rupiah," ucap Herdiansyah.
Menanggapi hal ini, Juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar- Mahfud, Chico Hakim turut mendesak supaya penegak hukum mengusut tuntas dugaan aliran dana kampanye yang bersumber dari aktivitas ilegal.
"Harus diusut tuntas. Yang utama adalah mencari sumber pertama yang mengirim dana tersebut, kemudian mampir ke rekening mana saja. Setelah diketahui sumbernya (dan dana ini dari hasil kejahatan misalnya) bisa langsung dilakukan penindakan," ucap Chico.
Chico memandang pihak yang menerima atau menampung dana kampanye ilegal bisa dikenakan banyak pasal terkait pencucian uang dan korupsi.
"Ini kembali pada niat baik dan teguh aparat untuk menegakkan hukum," ucap Chico.
Ia berharap KPU dan Bawaslu juga turut berperan mengusut laporan PPATK itu.
"Peran KPU dan Bawaslu juga menjadi penting untuk mendesak pengusutan ini dan terlibat juga di dalam pengusutan, untuk kemudian memberikan sanksi-sanksi," kata Chico.
Baca juga: KPU dan Bawaslu Didorong Untuk Usut Tuntas Temuan PPATK Soal Transaksi Mencurigakan di Pemilu 2024
Respons Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan respon soal temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai adanya sumber dana ilegal untuk kegiatan kampanye di Pemilu 2024.
Menurut Presiden, mengenai temuan tersebut tinggal dilihat apakah sumbernya ilegal atau tidak.
"Ya semua yang ilegal dilihat saja," kata Jokowi usai meresmikan Jembatan Otista di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa, (19/12/2023).
Menurut Presiden apabila ada sumber dana ilegal yang digunakan untuk Pemilu 2024 atau tidak sesuai dengan aturan main pasti akan diproses.
"Sesuai dengan aturan ya pasti ada proses hukum," katanya.