Pembelian Palyja Oleh BUMD Dinilai Tepat
Rencana Pemprov DKI membeli saham PT PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dinilai sebagai langkah yang tepat.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Pemprov DKI membeli saham PT PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) untuk mengambil alih pelayanan air bersih di DKI dinilai sebagai langkah yang tepat.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagiyo menilai, Pemprov DKI harus bisa menjamin posisinya sebagai pemegang saham mayoritas.
“Pembelian saham Palyja tidak boleh tanggung-tanggung. Pemprov tidak boleh puas hanya dengan pembelian 51 persen saham Suez International di Palyja oleh PT Pembangunan Jaya. Karena ini belum akan memberikan jaminan sebagi mayoritas karena Pembangunan Jaya bukan milik Pemprov 100 persen,” ujar Agus, di Jakarta, Kamis (22/8/2013).
Agus mengatakan, jika Pemprov DKI ingin melakukan pengambil alihan Palyja, maka rencana pembelian 40 persen saham Palyja milik Astratel oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro) perlu direalisasi.
”Pembelian saham oleh PT Pembangunan Jaya dan PT Jakpro itu harus mendapat dukungan semua pihak agar ada jaminan bahwa tidak terjadi lagi dikotonomi pengelolaan air minum yang selama ini merugikan masyarakat. Jika posisi mayoritas Pemprov sudah terjamin, PAM akan lebih mudah menata pengelolaan pemenuhuan air minum di DKI,” kata Agus.
Ia mengaku optimis, melalui dua BUMD miliknya itu, Pemprov DKI Jakarta sanggup merealisasi rencana pembelian saham tersebut. Menurutnya, Jakarta Propertindo harus masuk agar posisi mayoritas betul-betul terjamin.
Seperti diketahui, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan akan membeli saham Palyja melalui dua BUMD. Untuk melengkapi proses pembelian tersebut, Pemrov DKI akan mengirim letter of interest (LoI) kepada Suez International.
LoI merupakan surat resmi bisnis yang berkaitan dengan pembelian atau pengambilalihan (akuisisi) aset perusahaan, saham perusahaan, penanaman modal atau investasi (investment), modal patungan (joint venture), atau penggabungan (merger) perusahaan, yang umumnya dalam skala besar secara finansial.
Seperti diketahui, kerja sama pengelolaan air di Jakarta diteken pada 6 Juni 1997 untuk masa konsesi 25 tahun mulai 1 Februari 1998 hingga 31 Januari 2023. Dua operator asing, yaitu Palyja dan Aetra ditunjuk langsung untuk menyediakan air minum untuk warga Jakarta.
Namun, hingga saat ini pelayanan dua operator masih buruk. Selain itu, kerjasama juga merugikan PAM Jaya karena memiliki potensi utang sebesar Rp 18,2 Triliun kepada dua operator saat perjanjian berakhir pada 2022. Proses renegosiasi sudah dilakukan PAM Jaya dengan Aetra, namun belum dengan Palyja. (sab)