Kios Diratakan, Pedagang Onderdil Terpaksa Pulang Kampung
Dia hanya bisa berpasrah diri dan hendak pulang ke kampung halamannya di Cirebon.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wajah Ari (54) seorang penjual aksesori berbahan kayu dan rotan tampak lesu ketika tempat tinggal dan kios berjualannya dibongkar oleh aparat gabungan di Jalan Pasar Minggu Raya, Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (11/6/2015) pagi.
Dia hanya bisa berpasrah diri dan hendak pulang ke kampung halamannya di Cirebon.
"Mungkin saat ini saya akan balik kampung dulu sama anak dan cucu saya sampai lebaran. Nanti saya ke Jakarta lagi untuk cari yang sah lapaknya mas," kata Ari pasrah melihat bangunan miliknya rata dengan tanah.
Selama 45 tahun, Ari beserta keluarganya tinggal di tempat itu. Saat ini dia bingung mencari tempat tinggal dan nafkah dari mana setelah bangunan berukuran sekitar 2 x 2 meter sudah rata dengan tanah.
Dengan membawa sisa-sisa dagangannya, Ari menceritakan kisah pilunya itu.
"Ya mau gimana lagi, emang sudah waktunya mungkin. Pasrah aja kita kan memang tidak punya izin, ini kan lahan pemerintah sebenarnya," kata dia.
Ari juga menyebut dia tidak mendapat kios pengganti relokasi dari pemerintah karena tidak memegang izin mendirikan kios sejak awal.
Dia mengakui kalau dirinya dan rekan-rekan yang sesama berjualan adalah kesalahannya menempati tanah yang bukan miliknya.
"Saya sadar, memang ini kesalahan saya mas sama teman-teman yang lain. Ini bukan tanah kita," ujarnya.
Puluhan kios yang berdiri sepanjang 500 meter jalan raya itu telah dikosongkan para pemiliknya sebelum digusur. Tidak ada barang-barang berharga yang tersisa di dalam kios.
Sebelum ditertibkan pagi ini, beberapa pedagang tampak hanya membereskan sisa-sisa barang yang belum terangkut.
Sementara itu, arus lalu lintas di kawasan Jalan Raya Pasar Minggu menjadi tersendat imbas penggusuran yang berlangsung sejak pukul 08.00.
Sejumlah pengendara yang didominasi sepeda motor tampak mengurangi kecepatan kendaraannya untuk melihat proses penggusuran itu. (Bintang Pradewo)