Menebak Tarif MRT Jakarta, Mahal atau Justru Malah Gratis?
Nantinya, tarif akan ditentukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta 3 bulan sebelum beroperasi.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk mengurangi kemacetan di Jakarta, pemerintah berupaya menyediakan transportasi massal, antara lain mass rapid transit (MRT).
Tarifnya belum ditetapkan karena saat ini MRT masih dalam pembangunan. Nantinya, tarif akan ditentukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta 3 bulan sebelum beroperasi.
"Kami beri hitungannya kepada Pemprov, biaya yang paling ekonomis untuk operasi MRT ini. Berapa besar, kami belum tahu karena belum selesai. Bagi kami, gratis pun ngga masalah," ujar Direktur Utama PT MRT Jakarta Dono Boestami di kantornya, Jakarta, Rabu (27/7/2016).
Kalau tarifnya gratis, kata Dono, hal tersebut bisa saja. Namun, subsidinya lebih besar. Ia kemudian mempertanyakan, apakah adil jika pemerintah memberi subsidi besar untuk sistem semahal ini.
Sementara subsidi bisa untuk sektor pendidikan, kesehatan, atauperumahan. Untuk menentukan tarif, harus melihat kembali tujuan pembangunan MRT ini.
Jika ingin mengurangi kendaraan pribadi di jalan, mungkin harganya bisa tinggi. Sistem MRT dinilai sudah cukup bagus, dengan tambahan fasilitas misalnya pendingin udara di stasiun bawah tanah dan jaringan internet nirkabel (wifi) di pool MRT.
"Kalau dibuat murah, mau ngga (pengguna) kendaraan pribadi ini pindah ke MRT?" kata Dono.
Sebaliknya kalau harga tinggi, bisa jadi pengguna mobil-mobil mewah akan tertarik menggunakan MRT dengan ketepatan waktu, nyaman dan aman.
Dono menampik pemikiran PT MRT Jakarta hanya ingin mengambil keuntungan dari tarif, karena perusahaannya adalah badan usaha milik daerah (BUMD).
Artinya, kalau pemerintah mau tarik dividen sekian, hal tersebut bisa saja dan PT MRT Jakarta tidak menganggapnya masalah.
"Lain halnya kalau perusahaan swasta, dia ada bunga pinjaman, dan lain-lain. Kami ngga ada pinjaman," tutur Dono.
Dana pembangunan MRT memang dipinjam dari Jepang. Namun, peminjamnya bukan PT MRT Jakarta, melainkan 100 persen negara. Sementara Pemprov DKI Jakarta hanya menanggung 51 persen dari pinjaman ini.