Pada Ahok dari 'Mati-matian' Menyerang Berubah Jadi Sayang, Ini Alasan Adian Napitupulu
Politisi PDI-P, Adian Napitupulu, mengatakan, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat merupakan sepasang calon yang sudah teruji.
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada yang berubah sikapnya saat ini.
Masih ingat dengan Adian Napitupulu yang 'mati-matian' menyerang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat memutuskan maju melalui jalur independen?
Setelah Ahok maju melalui jalur partai dan kini malah menggunakan kendaraan PDIP yang notabene nerupakan partai naungan Adian Napitupulu, semua berubah.
Politisi PDI-P, Adian Napitupulu, mengatakan, dan Djarot Saiful Hidayat merupakan sepasang calon yang sudah teruji memimpin DKI Jakarta.
"Yang sekarang sudah teruji, sebenarnya Ahok-Djarot. Yang lain masih janji. Saya melihat Ahok-Djarot pilihan yang paling tepat untuk dipilih Jakarta," ujar Adian.
Hal tersebut ia sampaikan dalam sebuah diskusi bertajuk "Seteru Panas Pilkada DKI, Siapa Kuat?" di Kawasan SCBD, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (29/9/2016).
Ketua Dewan Pembina Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) itu menuturkan, Ahok dan Djarot bisa saling melengkapi saat memimpin Jakarta.
"Ahok kadang agresif, diimbangi Mas Djarot," kata dia.
Adian menyinggung salah satu bukti kerja yang dilakukan Ahok dan Djarot, yakni penggusuran. Dia membandingkan masa Orde Baru dengan kepemimpinan Ahok-Djarot.
Saat Orde Baru, penggusuran dilakukan tanpa memberikan tempat tinggal untuk warga yang digusur.
Sementara itu, pada masa kepemimpinan Ahok, warga dipindahkan ke rumah susun dengan harga sewa yang murah.
Adian menuturkan, memilih Ahok-Djarot pada Pilkada DKI 2017 nanti merupakan cara untuk memenangkan demokrasi.
"Memenangkan Ahok-Djarot adalah memenangkan demokrasi," ucap Adian.
Saat disinggung mengenai sikapnya yang banyak mengkritik Ahok sebelum diusung PDI-P, Adian mengatakan, hal tersebut dilakukannya agar Ahok maju melalui partai politik, bukan jalur perseorangan.
"Pernyataan-pernyataan kemarin, saya itu hanya untuk menarik Ahok ke partai. Ahok harus berani maju lewat partai," tutur Adian.
Mengenang 'serangan' Adian ke Ahok
Masih ingat dengan 'serangan' Adian ke Ahok sebelum PDIP usung Ahok dan Djarot?
Seperti ini.
Mengutip Kompas.com, Anggota Komisi VII DPR RI, Adian Napitupulu, mengungkapkan rekapitulasi 1 juta data KTP dukungan bagi Basuki Tjahaka Purnama atau Ahok untuk maju pada Pilkada DKI 2017 lewat jalur independen oleh "Teman Ahok" tak masuk akal.
Pasalnya, rekapitulasi itu dilakukan hanya dalam waktu tujuh jam oleh 140 relawan.
Padahal rekapitulasi itu tidak hanya menghitung, tetapi juga menyortir data KTP ganda, mencocokan antara KTP dan formulir dukungan.
Langkah selanjutnya adalah memasukan data-data pemilik KTP atau SIM, seperti nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan alamat.
"Walau tidak percaya, tapi jujur saja saya salut pada keberanian Teman Ahok untuk menganggap rakyat mudah dibodohi, walau dengan cerita yang paling tidak masuk akal sekalipun, seperti cerita rekapitulasi 1 juta KTP," kata Adian dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (29/6/2016).
Adian tak ikut dalam rekapitulasi. Namun mengatakan punya dasar pertimbangan yang logis untuk tidak memercayai klaim Teman Ahok.
Ia mengikuti informasi yang didapat dari media terkait jumlah relawan, waktu rekapitulasi hingga jumlah data KTP yang direkapitulasi Teman Ahok.
Menurut Adian, kecepatan rata-rata relawan Teman Ahok memeriksa, membandingkan dan memasukan nama, NIK, alamat adalah 3,5 detik untuk satu KTP.
Adian menjelaskan, setiap data KTP terdiri dari 16 angka NIK, minimal lima huruf nama, 12 hingga 14 angka dan huruf tempat tanggal lahir serta 30 angka dan huruf alamat.
"Kira-kira dalam 3,5 detik relawan Teman Ahok harus memeriksa KTP, membandingkan dengan Formulir Dukungan lalu menekan huruf atau angka di key board komputer minimal 63 kali dan maksimal bisa lebih dari 100 kali," kata Ketua Dewan Pembina Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) itu.
Maka, tambah Adian, ia tak akan memercayai rekapitulasi 1 juta data KTP Teman Ahok.
Menurut politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu, mempercayai rekapitulasi itu sama saja dengan berkhianat pada ilmu pengetahuan dan nalar.
Sebelumnya, Adian mengaku diundang oleh mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Gusti Putu Artha, yang saat ini bergabung dengan Teman Ahok untuk datang saat verifikasi 1 juta data KTP. Namun ia mengatakan tidak akan hadir dalam verifikasi itu.
"Bagaimana mungkin saya membuang waktu selama lima atau enam jam hanya untuk duduk dan mendengar paparan dari kesimpulan cerita yang saya tidak ikuti langsung prosesnya setiap hari."
"Saya tidak mau buang waktu untuk menyaksikan pengujian yang dilakukan melalui telepon, karena sudah lama saya tidak lagi berminat bermain tebak-tebak buah manggis," ujar Adian. (Kompas.com/Nursita Sari/Kahfi Dirga Cahya)