Presiden Jokowi Diharapkan Ambil Langkah Strategis Atasi Mogok Nelayan Pelabuhan
Puluhan ribu nelayan, buruh dan anak buah kapal (ABK) Pelabuhan Muara Baru mogok massal.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan ribu nelayan, buruh dan anak buah kapal (ABK) Pelabuhan Muara Baru mogok massal. Rencana aksi mogok kapal di Pelabuhan Muara Baru akan berlangsung selama satu bulan penuh.
"Ini rencana aksi untuk kapal selama satu bulan dan untuk pabrik selama tujuh hari. Kami berharap dengan aksi mogok Pak Presiden Jokowi bisa mengambil langkah-langkah cepat. Sebetulnya bila dunia usaha seperti ini berarti ada masalah yang harus diselesaikan," kata Ketua Paguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru, Tachmid Widiasto Pusoro, Senin (10/10/2016), di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara.
Nelayan, buruh, ABK, pekerja pelabuhan dan pengusaha perikanan sebenarnya tidak ingin melakukan aksi mogok kerja. Namun mogok kerja itu tetap dilakukan sebagai langkah keprihatinan terhadap pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Perum Perikanan Indonesia (Perindo) telah membuat kebijakan-kebijakan yang memberatkan dunia usaha perikanan.
"Kami ingin aksi ini tidak berkepanjangan. Karena akan merugikan puluhan ribu tenaga kerja," terang Tachmid.
Sebab, tuturnya, Perum Perindo telah mengeluarkan dan menerbitkan SK Direksi untuk menaikkan sewa lahan sebesar lebih dari 450 persen dan masa sewa lahan dibatasi hanya lima tahun.
"Kami industri perikanan butuh kepastian usaha. Sebab itu bila lima tahun akan menimbulkan ketidakpastian usaha. Dan investasi di industri perikanan puluhan bahkan ratusan miliar. Bila ini dilakukan perusahaan perikanan bisa gulung tikar dan 85 ribu nelayan dan pekerja akan di PHK," tegasnya.
Ditambahkan Tachmid, dengan dinaikkan sewa lahan sebesar 450 persen dipastikan pengusaha perikanana tidak sanggup membayar sewa, dan itu diperparah dengan pembatasan sewa lahan selama lima tahun.
"Dengan sewa fantastik tersebut tidak akan ada daya saing produk perikanan dibandingkan negara Vietnam, Thailand dan Filipina. Di Vietnam mereka bisa sewa jangka waktu yang panjang 40-50 tahun sehingga bisa ada kepastian usaha," ujarnya.
Selain itu, jelasnya, pengosongan paksa harus dihentikan. Mereka juga menuntut pengurusan izin kapal berlayar selesai dalam tujuh hari kerja.
Muhammad dari Asosiasi Tuna Indonesia mengungkapkan, mogok massal yang dilakukan nelayan, buruh ABK, dan tenaga kerja lainnya di lapangan sebagai protes kepada Perindo yang seenaknya mengeluarkan kebijakan tanpa mengajak pelaku industri perikanan berembuk.
"Hari ini saya dari Asosiasi Tuna Indonesia melakukan aksi mogok di Pelabuhan Muara Baru. Kami keberatan dengan peraturan menteri yang menghapus dan melarang penggunaan alat tangkap," kata Muhammad.
Dia menambahkan, transhipment sudah berjalan sejak 1994. Muhammad tidak yakin dengan penghapusan itu bisa menjamin kepastian hukum.
Menurut Muhammad, pemerintah harus duduk bersama dengan stakeholder industri perikanan.
Jangan sampai aturan yang dibuat justru menghambat industri perikanan.
"Tindakan Perindo yang menaikkan sewa lahan sebesar 450 persen, sudah melebihi dari ketentuan PP No 65 Tahun 2015, di mana untuk pelabuhan samudra, sewa lahannya Rp 4 ribu per meter per segi dan sumbangan Rp 500. Jangan sampai kebijakan Perindo mematikan pengusaha ikan tuna," pungkasnya.