Setiap Hari Hirup Bau Sampah, Warga Bantargebang Tidak Pernah Rasakan Bantuan Pendidikan
"Kami minta pemerintah daerah mendengar keinginan itu. Karena bantuan untuk pendidikan tidak dirasa oleh masyarakat Bantargebang"
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, BEKASI- Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan (AMPP) yang mengaku mewakili warga Bantargebang mendesak Pemprov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi untuk bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak yang terdampak timbunan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Ketua AMPP, Abdul Somad, mengatakan ada lima poin tuntutan yang dilayangkan pihaknya kepada pemerintah daerah.
Poin-poin tersebut di antaranya, tuntutan bagi pemerintah daerah untuk membangun gedung sekolah dari tingkat SD hingga SMA/SMK dengan standar internasional dan pembebasan seluruh biaya operasional sekolah.
Mereka juga menuntut pemerintah daerah menyediakan sarana angkutan berupa bus sekolah di masing-masing kelurahan, pengadaan program beasiswa untuk siswa berprestasi ke jenjang universitas, dan penyelenggaraan program kejar paket A, B, dan C secara gratis.
"Kami minta pemerintah daerah mendengar keinginan itu. Karena bantuan untuk pendidikan tidak dirasa oleh masyarakat Bantargebang," kata Abdul kepada wartawan pada Kamis (13/10/2016).
Abdul menilai, selama ini lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) di tingkat kelurahan hanya fokus di sektor pembangunan di wilayah setempat, seperti pembangunan jalan, masjid, dan posyandu.
Padahal, kata dia, masih banyak anak di sana yang tidak mendapat pendidikan secara layak.
Bahkan, kata dia, uang kompensasi bau (community development) yang diterima warga sebesar Rp 300.000 per bulan dianggap kurang.
"Itu saja dipotong Rp 100.000 untuk pembangunan infrastruktur di wilayah setempat. Sementara sisa uangnya digunakan untuk keperluan lain seperti membeli air karena kualitas air di sana tidak bagus," kata Abdul.
Menurut dia, timbunan sampah di TPST Bantargebang memberikan dampak negatif terhadap warga dan lingkungan sekitar, seperti rentan tertularnya penyakit diare, infeksi saluran pernapasan akut (ispa), atau gatal-gatal.
Belum lagi citra Bantargebang yang banyak disebut warga daerah tempat pembuangan sampah.
"Sangat banyak dampak negatif akibat keberadaan tempat sampah. Bahkan sudah 30 tahun dirasakan warga Bantargebang," ujar dia.
Sekaretaris AMPP Agus Hadi Prasetyo menambahkan, dampak timbunan sampah TPST ini dirasakan oleh belasan ribu warga dari tiga kelurahan dalam satu kecamatan.
"Tiga kelurahan itu Ciketing Udik, Sumurbatu dan Cikiwul. Ketiganya masuk dalam Kecamatan Bantargebang," sambung dia.
Berdasarkan catatan yang dia punya, di wilayah setempat terdapat 26 SD, yang 10 SD di antaranya milik swasta.
Selain itu, ada 7 SMP yang lima di antaranya milik swasta, 1 SMA negeri, dan 4 SMK yang tiga di antaranya swasta.
Dia pun berharap Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi merealisasikan keinginan mereka. Dengan begitu, anak-anak di Bantargebang mendapat pendidikan secara layak.
"Usulan ini juga sudah kita sampaikan ke DKI Jakarta lewat DPRD Kota Bekasi. Kami berharap semoga bisa terlaksana," ujar Agus.
Reporter: Fitriyandi Al Fajri