Polisi Bongkar Pabrik Obat dan Jamu Palsu Beromset Rp3 Miliar per Bulan
Jajaran Polda Metro Jaya kembali mengungkap kasus pembuatan obat dan jamu palsu di Komplek Pergudangan Cakung, Jaktim.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jajaran Polda Metro Jaya kembali mengungkap kasus pembuatan obat dan jamu palsu di Komplek Pergudangan Cakung, Jakarta Timur pada Selasa (25/10/2016).
Sebelumnya, polisi mengungkap kasus serupa di wilayah Tangerang, Banten.
Menggandeng Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ditreskrimsus Polda Metro Jaya berhasil mengamankan RS (38) seorang pegawai yang bertanggung jawab dalam memproduksi obat dan jamu palsu yang tersebar di tujuh gudang terpisah.
Pabrik tersebut tersebar di Komplek Pergudangan Centra Cakung Blok F 37, F 38, F 39 dan Blok K 50 serta Komplek Pergudangan Green Sedayu Biz Park Cakung Blok GS 6 Nomor 118, GS Nomor 120 dan Blok GS 11 Nomor 15.
Terungkapnya kejahatan itu diungkapkan Kapolda Metro Jaya, Irjen M Iriawan bermula dari temuan pihak BPOM terkait sejumlah obat dan jamu di pasaran yang tidak memiliki izin edar.
Penyelidikan terkait distribusi obat pun dilakukan hingga berujung pada temuan pabrik obat dan jamu ilegal.
"Pelaku diduga memproduksi dan mengedarkan obat-obatan bentuk pil dan obat tradisional dalam bentuk jamu secara ilegal. Seluruh obat dan jamu yang diproduksinya juga tidak terdaftar dan tidak memiliki ijin edar dari BPOM," ungkapnya kepada wartawan saat meninjau pabrik obat dan jamu ilegal pada Jumat (28/10/2016) siang.
Berdasarkan pemeriksaan sementara, lanjutnya, RS diketahui telah mengelola pabrik selama sekitar lima bulan belakangan, terhitung sejak Juni 2016.
Dalam produksinya, seluruh pabrik yang mempekerjakan sebanyak 15 orang pegawai itu berhasil memproduksi obat dan jamu ilegal dengan pendapatan sebesar Rp 3 miliar per bulan.
"Berdasarkan pengakuan tersangka, nilai investasi pabrik mencapai Rp 15 miliar, jumlahnya memang sangat besar, tetapi nilai investasi itu cepat kembali karena satu buah pabrik mampu menghasilkan omset sekitar Rp 3 miliar per bulan," jelasnya.
"Kami masih selidiki kasus ini, apakah terkait dengan temuan di Tangerang atau jaringan lainnya. Mengenai distribusinya juga demikian, kemungkinan besar disebar ke seluruh Indonesia, mengingat mereka produksi (obat dan jamu-red) dalam jumlah besar," ujarnya. (Wartakotalive.com/Dwi Rizki)