Kementerian Ristek dan Dikti Undang Profesor Diaspora
Kementerian ristek dan Dikti (Kemenristekdikti) mengundang profesor diaspora atau profesor asal Indonesia yang saat ini tinggal di luar negeri
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Ristek dan Dikti (Kemenristekdikti) mengundang profesor diaspora atau profesor asal Indonesia yang saat ini tinggal di luar negeri untuk bisa memberikan sumbangsih bagi peningkatan sumber daya iptek Indonesia.
Dalam acara ngopi sore bersama para wartawan, di Jakarta, Minggu (18/12), sejumlah profesor menyampaikan keluhan dan usulan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Iptek Dikti, Ali Ghufron Mukti.
Profesor yang hadir tersebut adalah Suhendra tinggal di Leipzig, Jerman, Dani Hamanto tinggal di Inggris, Dwi Hertanto, tinggal di Belanda, Etin Anwar tinggal di AS, Deden Rukmana tinggal AS, Taifo Mahmud tinggal di AS.
Ahli perbandingan agama yang kini bermukim di Amerika Serikat (AS) Prof Etin Anwar mengatakan, pemerintah harus berperan besar dalam memanfaatkan profesor diaspora ini untuk kemajuan bangsa.
Selama ini, pemerintah pernah mengundang mereka untuk datang ke Indonesia. Dalam setiap kali kedatangannya, mereka juga dibawa untuk berkunjung ke berbagai universitas.
Namun, setelah itu tidak ada program yang konkrit sebagai tindak lanjutnya.
"Jadi seperti mati di tengah jalan. Tidak ada effort yang sistematis," ungkapnya.
Sementara itu, Ali Ghufron menyatakan, pemerintah saat ini telah merancang rencana induk sumber daya iptek hingga 2024. Dalam rencana tersebut ada beberapa program yang terkait profesor diaspora.
Ghufron menyatakan, ke depan pemerintah merencanakan profesor diaspora bisa membimbing mahasiswa S2 dan S3.
"Ada banyak data yang bisa dianalisa tapi menumpuk. Akibatnya, mahasiswa susah mencari referensi dan publikasi di jurnal kurang," jelasnya.
Ghufron menambahkan, dengan bimbingan para profesor, data data tersebut bisa ditulis sebagai publikasi.
"Banyak tulisan. Ini bisa dikerjasamakan dengan diaspora yang lain, bisa menjadi reviewer, jembatan bagi lokal untuk bisa menjadi internasional," katanya.
Tugas selanjutnya para profesor itu adalah membuat proposal baru yang bisa menggaet dana dana internasional.
Prof. Deden Rusmana yang bermukim di AS menyambut baik rencana pemerintaj tersebut.
"Apa yang coba dirintis ini sangat realistis," ujar Deden.
Etin meminta pemerintah tidak setengah setengah dalam menjalankan programnya.
"Saya melihat baru kali ini yang serius, meskipun baru langkah awal, tapi ini adalah langkah awal yang serius," tuturnya.