Bos First Travel Disebut Juga Telah Lakukan Kejahatan Konstitusional
Menurut Luthfi apa yang dilakukan Andika Surachman dan istrinya Anniesa Hasibuan serta adik Anniesa, Kiki, adalah sebuah kejahatan konstitusional
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum para korban First Travel, Luthfi Yazid, menilai dari keterangan 17 saksi korban, telah lebih dari cukup untuk melihat secara gamblang bahwa apa yang dilakukan tiga bos First Travel dalam kasus ini benar-benar nyata.
Menurut Luthfi apa yang dilakukan Andika Surachman dan istrinya Anniesa Hasibuan serta adik Anniesa, Kiki, adalah sebuah kejahatan konstitusional disamping pidana berat.
Baca: Seorang Jemaah Terluka Akibat Serangan Babi Hutan yang Masuk ke Tempat Ibadah
"Mereka jelas telah melakukan pelanggaran pidana sesuai KUHP lalu Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang serta pelanggaran konstitusi," kata Luthfi, usai sidang ke 4 kasus First Travel di PN Depok, Rabu (7/3/2018).
Ia mengatakan dari keterangan 9 saksi di sidang ke 4 ini dimana terdiri dari 7 agen dan 2 jamaah semakin menguatkan keterangan 6 saksi sebelumnya di sidang ke 3.
"Jadi sekali lagi para saksi yang bersaksi ini adalah benar-benar korban yang sempurna atau perfect victim. Sehingga keterangan mereka sulit disanggah terdakwa" katanya.
Belum lagi tambah Luthfi dalam Keputusan Menteri Agama No 589 Tahun 2017, jelas memerintahkan First Travel secara perdata dan wajib untuk mengembalikan semua uang jamaah tanpa pemotongan sedikit pun.
"Karenanya para korban menganggap tiga terdakwa tidak boleh lepas dari kewajiban perdatanya. Sehingga para korban selain menuntut terdakwa dipidana sebesar-besarnya, juga menuntut agar uang mereka dikembalikan oleh para terdakwa," kata Luthfi.
Ia mengatakan dalam persidangan kalo ini para saksi menceritakan para jemaah dan agen tertarik untuk mendaftar di First Travel karena promosi yang besar-besaran lewat berbagai media.
Saksi dalam sidang kata Luthfi juga menyampaikan fakta bahwa modus yang dilakukan para terdakwa adalah dengan memepetkan waktu pembayaran.
"Misalnya, untuk promo charter pesawat harus menambah Rp 2,5 juta dengan waktu pembayaran yang diberikan mepet hanya sekitar 3 jam. Bagaimana mungkin dengan waktu yang mepet itu para calon jamaah dari berbagai daerah dapat mentransfer uang?," kata Luthfi.
Bahkan setelah menutup program promo charter pesawat tersebut, sekitar beberapa hari kemudian First Travel mengganti lagi dengan promo lain seperti upgrade Ramadhan, Urgent May, program milad dsb.
"Biaya umroh per orang sangat murah yakni Rp 14,3 Juta. Bahkan untuk Program Milad atau Ultah First Travel, biayanya hanya Rp 8.888.888 per orang. Bagaimana mungkin uang Rp 8 juta, bisa menutupi biaya umrah ke Mekkah Madinah? katanya.
Sebab di sana ada biaya hotel selama 9 hari, tiket pesawat dan lain sebagainya.
Dalam seminar, para agen sempat menanyakan biaya yang murah itu dan bagaimana First Travel melakujannya. Namun Anniesa Hasibuan menjawab bahwa itu adalah rahasia perusahaan.
"Kenyataannya semua tinggal janji dan 63 ribu jamaah tak diberangkatkan atau terlantar. Sementara uang yang ditilep Rp 900 Milliar lebih. Lalu uang keagenan yang Rp 2,5 juta juga tak pernah kembali. Fee Rp 200 ribu untuk tiap jamaah yang dijanjikan juga tak pernah diberikan. Apalagi uang jamaah yang telah disetor, semuanya ke laut," katanya.
Jadi tambah Luthfi, kasus First Travel ini terlalu terang benderang sebagai sebuah kejahatan luar biasa terhadap 63 ribu orang calon jemaah.
"Bahkan termasuk kejahatan konstitusional karena melanggar konstitusi di dalam UUD 1945 dimana setiap warga negara dijamin dalam melaksanakan kegiatan agamanya, termasuk juga dalam menjalankan umrah," kata dia.