Cerita Musa, Tukang Tambal Ban yang Dulu Ikut Membangun Hotel Indonesia yang Digagas Soekarno
Pada tahun 1952, Musa memutuskan untuk merantau ke Jakarta demi mencari pengalaman sekaligus kehidupan yang lebih baik.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di antara gedung-gedung pencakar langit, duduk Musa (88) di kursi dingklik ditemani sepedanya yang disandarkan pada sebuah dinding.
Suasana di sekitar trotoar tempat Musa duduk, tampak lengang.
Tak banyak para pejalan kaki yang melintasi trotoar itu.
Hanya para pengendara bermotor yang melintas di Jalan Jenderal Sudirman depan Musa menjual jasanya.
Musa, yang bekerja sebagai tukang tambal ban itu, menunggu para pengendara sepeda motor menepi untuk meminta jasanya membetulkan roda motor.
Baca: Strategi PT Hotel Indonesia Natour Genjot Pertumbuhan Pendapatan
Namun sejak siang, pria bertopi merah itu mengaku belum mendapatkan pesanan.
"Sudah seharian tadi di pinggir jalan, tapi belum ada motor yang menepi. Biasanya memang begitu," kata Musa saat ditemui TribunJakarta.com pada Kamis (22/8/2019).
Seringnya, lanjut Musa, ia pulang dengan tangan hampa.
Ia bisa mengantongi uang paling besar Rp 50 ribu dalam sehari.
Musa mengaku telah menekuni pekerjaannya sejak tahun 1970.
Awalnya ia menjual jasanya di bundaran Hotel Indonesia.
Sekarang, meski sudah tua, Musa tetap ingin terus bekerja menambal ban.
Padahal, anak-anaknya melarangnya untuk bekerja menjadi tukang tambal lantaran usianya yang semakin lanjut.