Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hotman Paris: Kasus Grab Tak Layak Dipermasalahkan KPPU

Hotman Paris menyebut tak layak dipersidangkan di KPPU karena tidak menyangkut kepentingan publik ataupun merugikan pelaku usaha

Penulis: Ria anatasia
Editor: Sanusi
zoom-in Hotman Paris: Kasus Grab Tak Layak Dipermasalahkan KPPU
Ria Anatasia
Sidang pemeriksaan ketiga kasus dugaan pelanggaran persaingan usaha oleh Grab Indonesia dan TPI di kantor KPPU, Jakarta, Selasa (8/10/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menggelar sidang pemeriksaan ketiga kasus dugaan pelanggaran usaha di kantor KPPU, Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Adapun pihak terlapor dalam perkara tersebut yakni PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) yang sama-sama diwakili kuasa hukum, Hotman Paris.

Dalam pembelaannya, Hotman Paris menyebut tak layak dipersidangkan di KPPU karena tidak menyangkut kepentingan publik ataupun merugikan pelaku usaha lainnya.

Hotman Paris Hutapea, pengacara Grab di sidang pemeriksaaan dugaan pelanggaran persaingan usaha di KPPU, Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Hotman Paris Hutapea, pengacara Grab di sidang pemeriksaaan dugaan pelanggaran persaingan usaha di KPPU, Jakarta, Selasa (8/10/2019). (TRIBUNNEWS/RIA ANASTASIA)

"Eksepsi laporan ini tak layak dilanjutkan. Apabila dibaca uraian yang dipersoalkan (pelapor/investigator) ruang lingkupnya sempit dan cenderung bersifat perdata," kata Hotman Paris.

Menurutnya, kerja sama yang terjalin antara Grab Indonesia dengan TPI tidak bermasalah.
Apabila mitra pengemudi yang menyewa mobil dari TPI menggunakan aplikasi Grab, lanjutnya, bukan berarti ada indikasi memonopoli pasar.

Baca: Foto-foto Pernikahan Anak Presiden Republik Indonesia, Ada Kahiyang Ayu hingga Puan Maharani

Alasannya, kata Hotman, mitra pengemudi tetap mempunyai pilihan sendiri untuk bekerja sama dengan pihak aplikator manapun.

Di lain pihak, menurutnya, mitra pengemudi yang bukan dari TBI juga tidak didiskriminasi oleh perusahaan asal Malaysia itu.

"Kita tidak suruh orang lain harus ganti Grab, misal dari Bluebird atau Gojek ke Grab. Apalagi TPI ini kan (pangsa pasarnya) di Jakarta kan cuma 6 persen, di luar kota kurang dari 6 persen, jadi tidak ada pengganggu pangsa pasar manapun. Dan tidak mengganggu perusahaa manapun," jelas Hotman.

Berita Rekomendasi

Hotman juga mempersoalkan saksi yang dipilih investigator.

Dia mengungkapkan, lima orang saksi dalam perkara itu pernah dilaporkan Grab ke kepolisian karena membawa kabur mobil sewaan dari TPI.

"Anehnya inilah saksi-saksi yang dipakai investigator. Mereka hanya bayar Rp 2,5 juta uang di muka untuk sewa, tapi mobilnya tak dikembalikan, itu malah jadi saksi laporan. Di mana kepentingan masyarakat, kesejahteraan umum kalau saksinya orang-orang yang dilaporkan ke polisi," ucapnya.

Atas pembelaan tersebut, Hotman meminta majelis hakim menolak seluruh tuduhan investigator dan tak melanjutkan sidang perkara tersebut.

"Kami memohon majelis hakim untuk enolak segala tuntutan tim investigator karena tidak melanggar pasal-pasal yang dimaksud, dan tidak layak dibawa ke sidang tingkat lanjutan," tandasnya.

Sebelumnya, Komisioner KPPU Guntur Syaragih mengatakan kasus tersebut melibatkan Grab dengan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) mengenai dugaan adanya perlakuan diskriminatif Grab terhadap mitra individual bila dibandingkan dengan mitra TPI.

Guntur menyebutkan, persidangan tersebut merupakan tahap pemeriksaan pendahuluan (PP) yang digelar ketiga kalinyam

Melihat situs resmi KPPU, Selasa (8/10/2019) pada gelar sidang perkara nomor 13/KPPU-I/2019, Grab dan TPI diduga melakukan pelanggaran Pasal 14, Pasal 15 Ayat 2 dan Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Bunyi Pasal 14 aturan tersebut yakni pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

Kemudian Pasal 15 Ayat 2 menyebutkan, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas