Trauma, 4 Bocah Korban Pencabulan Tak Mau Sekolah
Empat anak perempuan korban pencabulan disertai penganiayaan yang dilakukan DA (42) mendapat pendampingan psikologis karena trauma dan belum mau berse
Editor: Anita K Wardhani
Tiga keluarga dari empat anak perempuan korban pencabulan sekaligus penganiayaan DA (42) menyambangi Mapolrestro Jakarta Timur pada Jumat (18/10/2019).
Yuli (36), satu keluarga korban mengatakan mereka ingin mempertanyakan nasib kasus yang dilaporkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pada Selasa (8/10/2019).
"Kami datang untuk menanyakan apakah pelaku sudah ditangkap atau belum. Karena sampai sekarang pelakunya kabur. Saya sendiri tante korban," kata Yuli di Mapolrestro Jakarta Timur, Jumat (18/10/2019).
Selain tim pengacara, tiga anak korban pencabulan sekaligus penganiayaan DA yakni KA (8), TA (9), M (7) ikut datang didampingi ibu mereka, ST (26) dan NN (33).
Yuli menuturkan hanya MI dan orang tuanya yang tak bisa datang karena MI sedang sakit akibat luka yang diderita.
"Kami mau keadilan, jalur apa pun saya lakukan, kami siap tempuh. Karena ini korbannya sudah ada empat orang, dan ini masih anak semua. Jangan sampai ada korban lagi," ujarnya.
Merujuk keterangan teranyar yang disampaikan penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur, ST, ibu dari KA menyebut hingga kini pelaku masih buron.
Hal ini disampaikan ST usai mendampingi KA memberi keterangan lanjutan kepada penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur selama satu jam.
"Barusan saya tanya DA masih belum ditangkap, enggak tahu juga sekarang ada di mana. Tadi anak saya juga diperiksa lagi, ditanya kronologis kejadian," tutur ST.
DA yang tercatat sebagai warga Kecamatan Makasar sebenarnya nyaris diamuk warga pada Jumat (11/10/2019) malam.
Kala itu, ST mengatakan orang tua MI tak dapat menahan emosi saat mendengar pengakuan anaknya yang dicabuli dan dianiaya DA.
"Waktu didatangin warga DA masih ada di rumahnya. Tapi sama Ketua RT dan Ketua RW pelaku diamankan, cuman enggak diserahkan ke polisi. Pak RT menanyakan bukti laporan dan visum," lanjut dia.
Namun saat kediaman DA digerebek warga, ST sedang tak berada sehingga tak bisa menunujukkan bukti laporan dan hasil visum dari RS Polri Kramat Jati.
Pasalnya ST merupakan jadi yang pertama melaporkan DA ke Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur karena mengira hanya anaknya yang jadi korban.
"Kalau pas waktu digerebek ada saya bisa tunjukkan laporan dan hasil visum. Tapi saya enggak menyalahin warga juga, karena anak mereka kan ikut jadi korban. Pasti mereka marah," ujarnya.
Sekitar dua hari usai digerebek, ST menyebut DA melarikan meninggalkan dua anaknya yang diduga ikut jadi korban penganiayaan pelaku.
Pihak keluarga korban menyelesalkan jajaran Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur tak langsung memeriksa DA usai ST membuat laporan.
"Harapannya ya biar pelaku cepat ditangkap, perbuatannya ini sudah keterlaluan. Saya tadinya malu untuk cerita, tapi ini korbannya bukan hanya anak saya saja. Saya mau pelaku ditangkap," sambung dia.
TribunJakarta.com berupaya mengonfirmasi kebenaran pernyataan pihak keluarga korban ke Kanit PPA Polres Metro Jakarta Timur AKP Lina dan Kasubdit PPA Polres Metro Jakarta Timur Ipda Sri Yatmini.
Namun hingga berita ditulis, upaya konfirmasi yang dilakukan kepada Lina dan Sri sejak Kamis (18/10/2019) urung membuahkan hasil.
Korban trauma dan tak mau sekolah
Empat anak perempuan yang diduga korban pencabulan sekaligus penganiayaan DA (42) kini dirundung trauma dan tak mau sekolah.
NN (33), ibu dari TA (9) dan M (7) yang merupakan kakak beradik mengatakan sudah lebih dari satu pekan kedua buah hatinya tak mau bersekolah.
"Anak saya enggak bilang pastinya kenapa enggak mau sekolah. Tapi mungkin karena trauma dan untuk sampai sekolah itu harus melewati rumah DA," kata NN di Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (18/10/2019).
Usai menceritakan kejadian saat mereka dicabuli DA, hanya kegiatan pengajian untuk anak-anak yang di sekitar rumahnya yang masih diikuti TA dan M.
Selain tak mau sekolah, TA dan M pun terkadang masih enggan menceritakan kronologis lengkap perbuatan biadab yang dilakukan DA di rumahnya.
"Masih seperti orang takut, pokoknya enggak lama anak saya cerita dicabuli mereka berubah. Tapi masih mau ikut pengajian dan main sama temannya," ujarnya.
ST (26), ibu dari KA (8) pun menyebut anaknya enggan bersekolah usai menceritakan kejadian saat dicabuli DA sewaktu jam istirahat pengajian.
Dia terpaksa mengizinkan anaknya sementara tak bersekolah karena KA harus meladeni pertanyaan sejumlah orang terkait musibah yang menimpa.
"Pernah waktu itu saya minta sekolah, tapi pas pulang malah nangis. Soalnya dia juga ditanya, 'Kamu benar dijahatin ya' seperti itu. Masih trauma, saya kan enggak tega juga lihatnya," tutur ST.
Keempat korban kini mendapat pendampingan psikologis dari Sudin Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Jakarta Timur.
Selain tak mau sekolah, kondisi MI yang mengalami luka paling parah karena alat vital dan anusnya dilukai DA menggunakan batang kayu belum sepenuhnya pulih.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Tak Mau Sekolah karena Trauma, 4 Korban Pencabulan di Jakarta Timur Dapat Pendampingan Psikolog,