Pemerintah Pusat dan Daerah Tak Harmonis Urus Bansos DKI Jakarta, Pengamat: Rakyat Makin Menderita
Jeirry Sumampow, hubungan yang kurang baik, bahkan tidak harmonis antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kendalanya: Rakyat makin menderita.
Penulis: Siti Nurjannah Wulandari
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik Indonesia sekaligus Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow, menyebutkan kendala utama distribusi bantuan sosial di DKI Jakarta.
Menurut Jeirry Sumampow, hubungan yang kurang baik, bahkan tidak harmonis antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kendalanya.
Baik pemerintah pusat maupun Pemprov DKI Jakarta sering saling tuding dan masih saling menyalahkan.
Bahkan, Jeirry Sumampow menilai keduanya saling lepas tangan terkait pembiayaan bansos untuk sebagian warga DKI Jakarta.
Polemik antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta ini justru merugikan rakyat.
"Bantuan sosial terhambat, rakyat dilarang keluar rumah, lahan untuk mencari nafkah dibatasi, dan sejumlah pembatasan lainnya membuat rakyat makin menderita," jelas Jeirry dalam rilis yang diterima Tribunnews pada Jumat (15/5/2020).
Polemik kedua elit pemerintah dinilai Jeirry tidak elok dipertontonkan saat rakyat dalam kondisi terhimpit.
Bahkan Jeirry juga menyayangkan sikap saling rebut simpatik rakyat dalam program bantuan sosial Covid-19 yang dilakukan para elit pemerintah.
Baca: Polemik Bansos DKI Jakarta Selama Pandemi, Direktur LIMA: Kita Butuh Satu Sikap Bukan Sembrono
Baca: Petugas Gagal Menjemput Pasien Covid-19 di Parapat Sumut, Keluarga Tak Setuju Dibawa ke RS
"Saling rebut simpatik rakyat dalam program bantuan sosial Covid-19 merupakan tindakan tak bermoral," terang Jeirry dalam rilis tersebut.
Lebih lanjut, Jeirry menerangkan bansos kali ini berbeda dengan bantuan subsidi saat kondisi negara dalam keadaan normal.
Bantuan ini merupakan kewajiban negara atau Pemerintah setelah pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ditetapkan pemerintah sendiri.
"Karena itu, tidak boleh ditunggangi oleh kepentingan politik pencitraan demi kekuasaan. Tindakan dan perilaku elit pemerintahan seperti itu harus dihentikan."
"Jika tidak maka program penanganan pandemic Covid-19 tak akan berdampak sigifikan bagi kepentingan rakyat yang sengsara," pungkas Jeirry.
Pandemi Covid-19 yang mewabah di seluruh dunia juga di Indonesia, membuat banyak masalah yang bermunculan.
Permasalahan internal terkait penanganan Covid-19 pun bermunculan.
Baca: Mensos Akui Ada Tumpang Tindih Data Warga Penerima Bansos Pada Penyaluran Tahap Pertama
Baca: Ibu Kota Negara Baru Bukan Prioritas sampai 2021, Sri Mulyani: Tak Ada Belanja Pengeluaran IKN
Terlihat pada hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah DKI Jakarta, khususnya terkait bantuan sosial (bansos) yang diluncurkan pemerintah pusat seiring keputusan PSBB.
Pasalnya, Pemprov DKI Jakarta awalnya menyebut akan lepas tangan soal pembiayaan bansos untuk warga DKI Jakarta.
Akhirnya Sri Mulyani Indrawati pada rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI mengungkap jika dana bansos akan ditanggung pemerintah pusat dalam bentuk sembako dan BLT.
Walaupun anggaran awal diproyeksikan di pemerintah daerah.
Berdasarkan rilis yang diterima Tribunnews, data warga miskin di Jakarta 3,7 juta orang.
Kemudian sempat berubah menjadi 2,3 juta orang.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan hanya dapat memberikan bantuan bagi 1,1 juta warga miskin di Jakarta.
Dan pemerintah sepakat untuk memberikan bantuan bagi 2,5 juta sisanya.
Polemik pemberian bansos di DKI Jakarta masih belum terurai.
Data menyebut per 14 Mei 2020, anggaran covid-19 dalam pos belanja tidak terduga mencapai Rp 897,2 miliar sudah terealisasi Rp 890,9 miliar atau 99, 30%.
Lalu bagaimana Pemprov DKI dapat membiayai pencegahan covid-19, termasuk untuk bantuan sosial?
Apakah Pemprov DKI memang kehabisan dana dan hanya Dana Bagi Hasil (DBH) menjadi kendala utamanya?
(Tribunnews.com/ Siti Nurjannah Wulandari)