Eksekutor Pembunuh Pengusaha Pelayaran Sempat Istikharah Sebelum Beraksi
Kasus penembakan terhadap pengusaha pelayaran Sugianto (51) di Kelapa Gading, Jakarta Utara, akhirnya terkuak.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penembakan terhadap pengusaha pelayaran Sugianto (51) di Kelapa Gading, Jakarta Utara, akhirnya terkuak.
Polisi berhasil menangkap 12 tersangka yang terlibat dalam kasus pembunuhan ini.
Para tersangka itu ditangkap polisi pada 21 Agustus di sejumlah lokasi berbeda.
Otak di balik pembunuhan ini tak lain adalah karyawati korban yang bekerja sebagai admin keuangan.
Tersangka bernama Nur Luthfiah (34) yang sudah bekerja dengan Sugianto sejak 2012 lalu.
Menurut polisi, motif pembunuhannya adalah karena Nur sakit hati akibat sering dimarahi dan dilecehkan korban.
Baca: Sebelum Habisi Bos Pelayaran, Eksekutor Penembakan di Kelapa Gading Tak Punya Catatan Kriminal
Bahkan juga pernah diajak untuk bersetubuh.
Jika tak mau, ia disebut-sebut korban sebagai perempuan tak laku.
Selasa (25/8/2020) kemarin polisi menggelar rekonstruksi pembunuhan terhadap Sugianto.
Berbagai fakta pun terungkap dalam rekonstruksi tersebut.
Salah satunya bahwa DM alias Dikky Mahfud yang menjadi eksekutor penembakan ternyata sempat
melaksanakan salat istikharah sebelum melakukan aksinya.
Dalam rekonstruksi kemarin diketahui bahwa pada 10 Agustus tersangka RS menawari DM untuk menjadi eksekutor.
Baca: Pura-pura Kerasukan, Cara Dalang Pembunuhan Bos Ekspedisi Kelapa Gading Yakinkan Tersangka Lain
Namun, tawaran itu sempat ditolak DM.
"Pak Mahfud mau enggak bunuh orang?" kata RS.
"Mohon maaf Pak, saya sudah tobat," jawab Mahfud.
RS lantas menjelaskan rencana pembunuhan itu merupakan perintah dari tersangka MM yang merupakan suami siri dari otak pembunuhan yakni tersangka Nur Luthfiah.
Karena DM menolak, RS kemudian mengingatkan DM bahwa tersangka MM merupakan sosok penerus dari perjuangan guru spiritual mereka, yakni ayah dari tersangka Nur Luthfiah.
Baca: Sosok DM Eksekutor Penembak Bos di Kelapa Gading, Polisi: Dengan Alasan Perjuangan Dia Mau Membunuh
Sehari berselang, tersangka RS kembali menanyakan kesiapan DM untuk menjadi eksekutor.
Dalam komunikasi itu, tersangka MM juga langsung menanyakan ihwal kesiapan DM.
"Kalau sudah siap besok berangkat," ucap MM.
"Saya istikharah dulu," jawab DM.
Usai komunikasi itu, pada 12 Agustus tersangka DM akhirnya berangkat dari Bangka Belitung menuju Jakarta.
Dia lantas dijemput beberapa tersangka di Bandara Soekarno -Hatta.
Hingga akhirnya pada 13 Agustus, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Kesurupan
Selain fakta DM yang sempat istikharah sebelum beraksi, ada juga peristiwa unik yang terjadi dalam penyelidikan kasus pembunuhan Sugianto.
Nur Luthfiah yang menjadi otak pembunuhan ternyata sempat berpura-pura kemasukan roh korban dan menyampaikan motif dari pembunuhan itu.
Kasatreskrim Polres Jakarta Utara Kompol Wirdhanto Hadicaksono mengatakan, sejak awal, Nur memang menjadi salah satu saksi yang diperiksa secara intensif.
Baca: Fakta Pembunuhan Sugianto di Kelapa Gading, Karyawati Sakit Hati Dihina, 12 Tersangka Diamankan
Kebetulan Nur memang salah satu karyawan terdekat Sugianto.
Pada awalnya Nur bersikap biasa saja, bahkan ikut mengurus pemakaman jenazah Sugianto.
"Dari awal mulai olah TKP, penyampaian keterangan, sampai kepengurusan makam korban pun yang bersangkutan masih ikut terus," kata Wirdanto.
Polisi kemudian menghimpun bukti dan keterangan dari saksi lain.
Kecurigaan polisi mulai muncul saat Nur mulai berbelit dan keterangannya berubah-ubah.
Untuk menutupi kebohongannya, Nur pura-pura kesurupan arwah Sugianto dan menyampaikan motif pembunuhan merupakan persaingan bisnis.
Baca: Nur Luthfiah Berani Bayar Rp 200 Juta untuk Bunuh Bosnya, Pengusaha Sugianto di Kelapa Gading
"Iya saat lagi diperiksa, pada saat dilakukan bersama-sama melakukan penyelidikan pihak kepolisian yang bersangkutan (Nur) sempat kesurupan dan kemudian menyampaikan bahwa ini arwah korban dan ini menyampaikan bahwa adalah masalah persaingan bisnis," kata Wirdanto.
Hal itu diulanginya lagi pada saat pemakaman.
"Keterangan dari yang bersangkutan selalu berubah-ubah, kemudian ada indikasi-indikasi juga bahwa adanya bentuk kebohongan dari penyampaiannya," imbuh Wirdanto.
Polisi tentu tidak percaya begitu saja. Tingkah Nur itu justru membuat polisi semakin mencurigainya. Ditambah pernyataannya yang kerap berubah-ubah kepada penyidik.
"Dari situ kami melakukan tes poligraf juga ternyata hasilnya bahwa ada semacam kebohongan dari hasil ahli poligraf," kata Wirdhanto.
Poligraf adalah alat untuk uji kebohongan.
Baca: Pembunuh Bos Ekspedisi di Kelapa Gading Terungkap, Polisi: Banyak Pelaku, Bukan Cuma Dua
Alat ini digunakan dengan sistem gelombang.
Jika berbohong gelombang yang ditunjukkan alat ini akan bergetar cepat.
Polisi pun memastikan adegan kesurupan itu hanyalah usaha Nur untuk menutupi perbuatannya.
Karena pada akhirnya ia dan komplotannya menjadi tersangka pembunuhan itu.
"Yang jelas ketika faktanya akhirnya terungkap bahwa ternyata penyampaian pada saat kesurupan tidak benar, berarti patut diduga bohong," kata Wirdhanto.
Bukti dan saksi semakin jelas dan mengarah ke Nur Luthfiah.
Polisi akhirnya menangkap yang bersangkutan di kediamannya.
Setelah itu, 11 pelaku lainnya satu persatu berhasil ditangkap.
43 Adegan
Terkait rekonstruksi tersebut, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan ada 34 adegan reka ulang yang dilakukan di Polda Metro.
Reka ulang itu merupakan rangkaian dari proses pembelian senjata api, perencanaan, dan pasca-
eksekusi.
Yusri menerangkan senjata api yang digunakan berasal dari hasil pembelian oleh tersangka JA.
Dia membeli senjata api tersebut dari tersangka TP lewat perantara tersangka SP.
Baca: Penembak Bos Ekspedisi Pelayaran di Kelapa Gading Pakai Pistol BDA 380 Isi Peluru Black Mamba
Senjata tersebut dijual seharga Rp20 juta.
Sebagai perantara, tersangka SP mendapat imbalan sebesar Rp 5 juta dari transaksi tersebut.
"Inilah senjata yang dipakai eksekusi oleh tersangka DM di TKP," ucap Yusri.
Atas perbuatannya, 12 orang dijerat Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP dan atau Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 51 dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup. (tribun network/ger/dod)