Heboh Petugas Damkar Depok Ungkap Dugaan Korupsi, Kini Dipanggil Kejari dan Kemendagri
Dugaan korupsi di Damkar Depok disorot karena aksi viral Sandi yang unggah posternya di medsos, unsur penegak hukum sampai Kementerian turun tangan.
Penulis: Theresia Felisiani
Sepasang sepatu PDL Jadi Barang Bukti
Sejumlah bukti-bukti terkait dugaan korupsi di Kantor Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Depok diserahkan ke penyidik Kejaksaan Negeri Kota Depok.
Di antaranya data harga pembanding antara sepatu yang original PDL bagi petugas Damkar dengan harga dari jenis sepatu yang dibelikan Damkar Depok.
“Kualitas sepatu dari harga yang dianggarkan dengan yang dikasihkan ke petugas itu jauh sekali bedanya. Salah satunya tidak ada besi pelindung dibagian depan dan bawah sepatu,” kata Sandi Butar-butar, anggota Damkar yang mengungkap dugaan kasus korupsi di kantornya sebelum memasuki Gedung Kejaksaan Negeri Depok untuk menjalani pemeriksaan di Kejari Depok, Cilodong, Jawa Barat, Rabu (14/4/2021).
Padahal, katanya lagi, pagu anggaran sepatu mencapai Rp 850.000 per pasang sepatu untuk satu orang petugas Damkar.
Namun kenyataannya, Sandi melihat sepatu yang diberikan kepada petugas di lapangan hanya berkisar di angka Rp 400.000 atau setengah dari pagu yang ditetapkan.
“Ya kelihatan sekali kan sepatu yang murah dengan yang asli. Jadi yang diberikan itu ngga sesuai, padahal itu juga kan untuk keselamatan kami dalam bertugas di lapangan,” akunya.
Selain itu, Sandi juga menyinggung soal pembelian selang yang kenyataannya memiliki sistem yang sama dengan pengadaan sepatu PDL.
Di mana selang yang dibelikan dengan yang dianggarkan berbeda jauh dari kualitas dan harganya.
“Benar memang beli selang, beli sepatu, tapi kan selang dan jenis sepatu apa yang dibeli itu engga sesuai dengan yang dianggarkan,” ujarnya.
Sandi pun turut menyertakan sepasang sepatu PDL yang dibelikan pihak Damkar Depok untuk para petugas di lapangan.
Di dalam bungkus plastik hitam, Sandi membawa sepasang sepatu tersebut sebagai barang bukti kepada pihak kejaksaan.
Polres Metro Depok Undang Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Depok untuk Klarifikasi
Kasubag Humas Polres Metro Depok, AKP Elly Padiansari, mengatakan, telah melakukan pemeriksaan dan klarifikasi kepada kepala dinas pemadam kebakaran Kota Depok terkait dugaan koruspi yang viral tersebut.
Namun, Elly masih enggan untuk memberikan penjelasan terkait materi pemanggilan.
Elly pun menegaskan, kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Diketahui, pemanggilan tersebut dilakukan pada Senin (12/4/2021) kemarin.
"Ya memang benar kemarin hari Senin, 12 April 2021, telah datang ke Polres Metro Depok, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran. Yang mana beliau datang dalam rangka menghadiri undangan di Polres Metro Depok tentunya di salah satu unit reskrim, kaitannya dengan klarifikasi."
"Dengan demikian beliau diundang untuk klarifikasi, tentunya hanya sebatas baru dapat undangan. Untuk itu perkembangannya adalah masih dalam tahap penyelidikan," kata Elly dikutip dari tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (15/4/2021).
Jawaban Kadis Damkar Depok
Berita terkait dugaan korupsi yang disampaikan Sandi, membuat Kepala Dinas (Kadis) Damkar dan Penyelamatan Kota Depok, Gandara Budiana, angkat bicara.
Gandara mengatakan, apa yang dikatakan anak buahnya, Sandi, soal dugaan korupsi mulai dari pengadaan sepatu, selang, hingga pemotongan dana Covid-19 tidaklah benar adanya.
“Tidak benar itu,” ujar Gandara melalui sambungan telepon pada wartawan, Rabu (14/4) seperti dilansir TribunJakarta.com.
Gandara juga menjelaskan soal pengadaan sepatu yang harga per pasanganya Rp 850 ribu.
“Iya kan itu, PDL itu berbeda dengan sepatu safety boots yang penggunaan di lapangan. Kalau pemadaman itu kan harus lengkap dari mulai helm, tahan panas, sepatunya safety sesuai standar yaitu harvik. Kalau itu kan yang diperlihatkan oleh dia itu kan PDL tahun 2019 ya sudah lama jadi begitu,” tuturnya.
Baca juga: VIRAL Petugas Damkar Ungkap Dugaan Korupsi, Telah Kumpulkan Bukti, Kejari Depok Periksa 6 Saksi
Lebih lanjut, Gandara juga mengatakan bahwa tidak ada pemotongan honor petugas non ASN (Aparatur Sipil Negara).
Ia mengatakan, pemotongan uang sebesar Rp 200 ribu memang peruntukan BPJS.
“Kalau yang BPJS ya memang ada, kalau penarikan itu kan ada kewajiban daripada pemerintah, dari pemberi kerja dan pekerja untuk BPJS kesehatan ketenagakerjaan yang dilaksanakan secara kolektif jadi kan tidak mungkin satu persatu tapi kolektif oleh bendahara disini disampaikan ke BPJS,” katanya.
“Aturan memang begitu ada tiga persen oleh pemberi kerja dan dua persen pekerja itu sendiri,” ujarnya. (tribun network/thf/Wartakotalive.com/Kompas.com/Tribunnews.com/TribunJakarta.com/Kompas.TV)