45,9 Persen Warga Jabodetabek Anggap Langit Biru Cerah Indikator Udara Bersih
Sebanyak 8,9 persen warga Jabodetabek masih mengelola sampahnya dengan cara dibakar serta masih banyak pula yang merokok (32,5 persen)
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan hasil survei, masih banyak masyarakat yang salah memahami tentang kualitas udara yang baik.
Hasil survei tersebut menunjukkan, sebanyak 45,9 persen warga Jabodetabek masih menganggap warna langit biru cerah sebagai indikator udara bersih.
“Padahal, jenis partikulat ini membahayakan kesehatan, karena berukuran sangat kecil sehingga dapat menembus bulu hidung atau paru-paru dan menimbulkan penyakit,” tutur Panel Ahli Katadata Insight Center, Mulya Amri, dalam Rilis Temuan Survei Polusi Udara Minim Dibicarakan Padahal Berbahaya, pada Rabu (17/11/21).
Hanya 15,4 persen yang menggunakan alat pemantau atau aplikasi sebagai rujukan untuk mengetahui kualitas udara.
Sementara pengetahuan lebih dalam dan jauh, misal mengenai Particulate Matter (PM) 2,5 masih sangat minim diketahui, yakni hanya 22,1 persen.
Di sisi lain, lanjut Mulya, masih banyak masyarakat yang melakukan berbagai aktivitas yang berdampak buruk pada kualitas udara.
Baca juga: Perdana Menteri India Jajal Jalan Raya Hibrid, Bisa Jadi Jalan dan Landasan Udara Militer Darurat
Dari hasil survei juga terungkap, sebanyak 8,9 persen warga Jabodetabek masih mengelola sampahnya dengan cara dibakar serta masih banyak pula yang merokok (32,5 persen) yang diketahui bisa memberikan dampak tak baik bagi kesehatan pernafasan.
“Hal ini menunjukkan, masih banyak upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai udara bersih, serta bagaimana tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaikinya,” terang Mulya.
Co-Founder dan Chief Growth Officer NAFAS Piotr Jakubowski menerangkan, saat ini masih banyak kesalahpahaman di tengah masyarakat terkait dengan polusi udara.
Kesalahpahaman yang sering muncul adalah kualitas udara paling bagus di pagi hari karena kendaraan lebih sedikit, serta berolahraga di pagi hari maka akan membuat sehat untuk melawan polusi.
“Padahal, dari data Air Quality Index per Agustus 2021, menunjukkan bahwa pagi hari memiliki kualitas udara terburuk,” ucapnya.
Aktivis Bicara Udara Renny Fernandez mendorong agar masalah kualitas udara dapat menjadi perhatian serta mendapatkan langkah perbaikan yang lebih nyata.
“Salah satu cara biar kita bisa ikut dalam pembicaraan mengenai polusi udara dan perubahan iklim, kita perlu join atau berinteraksi dengan komunitas yang fokus pada isu tersebut. Salah satunya, Bicara Udara, yang berusaha menjadi sebuah platform learning hub untuk semakin menyebarkan kampanye hak udara bersih,” pungkasnya.