8 Tahun Setelah Pembunuhan Ade Sara, Orangtuanya Tak Mau Hidup dalam Kebencian, Pilih Maafkan Pelaku
Delapan tahun silam, kasus pembunuhan seorang gadis bernama Ade Sara menggemparkan publik.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Delapan tahun silam, kasus pembunuhan seorang gadis bernama Ade Sara menggemparkan publik.
Ade Sara dibunuh oleh Hafidt, mantan pacarnya. Jasadnya kemudian dibuang di pinggir jalan tol Bintara, Bekasi, Jawa Barat, dan ditemukan pada 5 Maret 2014.
Kepergian Ade Sara merupakan pukulan telak bagi orangtuanya, Suroto dan Elisabeth.
Apalagi Ade Sara adalah anak semata wayang mereka.
"Kalau dulu, waktu masih tahun 2014, saya pun bertanya-tanya. Tidak ada Sara, saya itu berpikir, bagaimana saya menjalaninya," kata Suroto, ayah Ade Sara, saat berbincang dengan Kompas.com, Minggu (7/3/2022).
Baca juga: Motif Pembunuhan di Muara Enim, Cemburu karena Korban Dekat dengan Wanita yang Diincar Pelaku
Awalnya, sebagai seorang ayah, tentu saja Suroto menyimpan amarah kepada pelaku pembunuh putrinya.
Apalagi, pelaku pembunuhan Ade Sara itu masih orang dekat, yakni mantan kekasihnya Ahmad Imam Al Hafitd, bersama sang pacar barunya, Assyifa Ramadhani.
Namun, pada akhirnya, Suroto menyadari bahwa yang harus dilakukannya agar bisa bertahan adalah dengan memaafkan kedua pelaku.
"Setiap orang berbeda-beda. Ada yang menemukan kedamaian dengan penuh perjuangan. Di ajaran kami, berdamai itu kami harus memberi pengampunan kepada mereka (Hafitd dan Assyifa)," kata Suroto.
"Dengan seperti itu, kami seperti melepaskan rasa benci kami kepada mereka. Dengan melepaskan, memang penderitaan dan kedukaan itu masih ada, tapi cara pandang kami menghadapi kedukaan itu menjadi berbeda. Serasa lebih ringan," sambungnya.
Baca juga: Kasus Pembunuhan Bocah yang Ditemukan Tewas Tanpa Kepala Terungkap, Semua Berawal dari Buah Durian
Sebagai wujud nyata pemberian maaf itu, orangtua Ade Sara pun sampai menemui pembunuh anak mereka yang tengah menjalani hukuman seumur hidup di penjara.
"Mungkin bagi orang aneh, keluarga korban dan pelaku saling bertemu. Tetapi, ajaran kami mengajarkan bahwa kasih bukan kata sifat, tetapi kata kerja. Harus dikerjakan agar ada artinya," kata Suroto.
"Istri saya pernah beberapa kali bertemu Hafitd di penjara. Awalnya kami selalu gagal ketika ingin menjenguk Hafitd. Tapi, istri saya berhasil bertemu untuk pertama kalinya kira-kira sebelum tahun 2016," ujarnya.