PKS Menolak, Wacana Jalan Berbayar di Jakarta Hanya Akan Pindahkan Kemacetan
Upaya mengurangi kemacetan tidak terletak pada jalan berbayar maupun tidak berbayar, namun pada tata kelola transportasi.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) dengan alasan untuk mengurangi kemacetan.
Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama, menilai penerapan ERP merupakan langkah yang tidak tepat.
"Kami dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menolak rencana penerapan jalan berbayar di beberapa ruas jalan di Jakarta," tutur Suryadi Jaya dalam diskusi online, Jumat (27/1/2023).
Pihaknya menolak karena aturan tersebut tidak menyelesaikan masalah, bahkan bisa menimbulkan masalah baru.
Suryadi menambahkan, langkah mengurangi kemacetan tidak terletak pada jalan berbayar maupun tidak berbayar, namun pada tata kelola transportasi, serta ketersediaan atau pertumbuhan jumlah kendaraan dan jalan di Jakarta.
"Kalau ini dianggap sebagai upaya untuk mengurangi kemacetan, tentu sangat tidak efektif ya, karena yang terjadi nanti adalah memindahkan kemacetan dari ruas yang satu ke ruas yang lain," imbuhnya.
Suryadi menilai pemerintah ini baru mampu mengidentifikasi masalah tetapi gagal dalam memberikan solusi.
"Kita lihat misalnya di satu ruas, begitu diterapkan berbayar maka kendaraan yang akan lewat di situ pindah ke ruas yang lain. Maka kemacetan akan pindah ke ruas alternatif tadi. Jadi ini bukan mengurangi kemacetan, tapi memindahkan kemacetan," tegasnya.
Baca juga: Driver Ojol Tolak Pemberlakuan Jalan Berbayar di DKI Jakarta
"Kemacetan jalan bisa lebih parah karena ruas-ruas yang tadinya direncanakan berbayar ini adalah ruas-ruas utama, jalan-jalan besar begitu ini diterapkan berbayar maka kendaraan akan pindah ke ruas-ruas yang lebih kecil itu akan lebih macet lagi. Jadi ini yang kita lihat tidak nyambung antara perumusan masalah dengan solusi yang ingin di berikan," ungkapnya.
Driver OJOL Menolak ERP
Sebelumnya, sejumlah orang yang tergabung dalam massa aksi pengemudi ojek online menggelar aksi penolakan kebijakan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (25/1/2023).
Aksi penolakan kebijakan ERP itu berdasarkan pantauan Tribunnews.com digelar sejak pukul 12.05 WIB dan dihadiri oleh ratusan orang dari berbagai elemen komunitas ojek online di wilayah Jabodetabek.
Contoh ruas jalan di Singapura yang sudah menerapkan sistem ERP alias jalan berbayar untuk setiap kendaraan yang melintas.
Baca juga: Masinton Pasaribu Tolak Kebijakan ERP: Kendalikan Macet Ya Transportasi Massal
Dalam aksi itu terlihat peserta massa aksi juga membawa sejumlah atribut seperti bendera dan poster berisi berbagai tuntutan terkait penolakan dan protes mengenai kebijakan ERP tersebut.
"Wahai legislator Jakarta yang terhormat jangan pernah terbesit di pikiranmu berlakukan ERP jika masih berharap suara kami di (pemilihan umum) 2024," demikian tulisan yang berada dalam poster tersebut.
Satu unit mobil komando milik peserta aksi juga terlihat berada di depan Gedung DPRD DKI Jakarta itu.
Sementara itu, sayup sayup penolakan ERP juga terus dilontarkan oleh ratusan massa aksi di lokasi tersebut. "Tolak ERP, tolak ERP," ujar peserta massa aksi.
ERP Diklaim Bisa Atasi Kemacetan
Penerapan ERP di kota besar seperti DKI Jakarta diklaim bisa mengatasi kemacetan lalu lintas karena tingginya volume kendaraan yang melintas.
ERP sendiri merupakan metode jalan berbayar yang diberlakukan untuk pengguna kendaraan bermotor seperti mobil melewati jalan yang pada jalan tersebut sudah diterapkan teknologi ERP.
Baca juga: Daftar Ruas Jalan di Jakarta yang akan Terapkan Sistem ERP, Ini Usulan Biayanya
Menurut pengamat transportasi sekaligus Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta), Azas Tigor Nainggolan, penerapan ERP untuk memecah kemacetan.
"Terbukti kebijakan itu berhasil mengatasi memecahkan kemacetan di kotanya itu," tutur Azas, Rabu (11/1/2023).
Pemerintah DKI Jakarta saat ini tengah membahas peraturan terkait sistem jalan berbayar elektronik (ERP).
Aturan penerapan ERP tersebut, tercantum dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE).
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono mengatakan bahwa Raperda tersebut masih dalam proses.
"ERP kan sekarang masih dalam proses di DPRD, raperda namanya. Itu masih ada beberapa tahapan. Nanti dibahas di DPRD, diolah sesuai dengan kewenangannya masing-masing," ungkap Heru pada Rabu (11/1/2023).
Heru juga menjelaskan bahwa rencanaya Raperda akan disahkan pada 2023.
Dalam Raperda PLLE menyebutkan bahwa penerapan ERP akan dilakukan setiap hari mulai pukul 05.00 WIB-22.00 WIB.
Sementara dari usulan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, pengendara kendaraan yang melewati ERP akan dikenai tarif Rp 5.000-Rp 19.000.
Dalam Raperda PLLE, ERP akan diterapkan di 25 ruas jalan di Ibu Kota.
Ada 25 ruas jalan di Jakarta yang akan menerapkan sistem ERP. Berikut rinciannya:
1. Jalan Pintu Besar Selatan
2. Jalan Gajah Mada
3. Jalan Hayam Wuruk
4. Jalan Majapahit
5. Jalan Medan Merdeka Barat
6. Jalan M Husni Thamrin
7. Jalan Jend Sudirman
8. Jalan Sisingamangaraja
9. Jalan Panglima Polim
10. Jalan Fatmawati (Simpang Jalan Ketimun 1-Simpang Jalan TB Simatupang)
Baca juga: Mengenal ERP, Aturan Jalan Berbayar yang Akan Berlaku di Jakarta
11. Jalan Suryopranoto
12. Jalan Balikpapan
13. Jalan Kyai Caringin
14. Jalan Tomang Raya
15. Jalan Jend S Parman (Simpang Jalan Tomang Raya-Simpang Jalan Gatot Subroto)
16. Jalan Gatot Subroto
17. Jalan MT Haryono
18. Jalan DI Panjaitan
19. Jalan Jenderal A Yani (Simpang Jalan Bekasi Timur Raya-Simpang Jalan Perintis Kemerdekaan)
20. Jalan Pramuka
21. Jalan Salemba Raya
22. Jalan Kramat Raya
23. Jalan Pasar Senen
24. Jalan Gunung Sahari
25. Jalan HR Rasuna Said
ERP Karakternya Tidak Seperti Jalan Tol
Salah satu negara yang sudah menerapkan sistem ERP adalah Singapura untuk mengatur lalu lintas di sejumlah ruas jalannya.
Meski sama-sama berbayar, namun ada sejumlah perbedaan antara ERP dengan jalan tol.
Sistem ERP menerapkan biaya pada pengendara yang menyebabkan kemacetan. Sementara, pada sistem jalan tol, penerapan biayanya digunakan untuk akses ke jalan khusus.
Dikutip dari laman Dephub, penerapan ERP merupakan instrument dari traffic restraint sebagai strategi kebijakan yang mendorong pengguna kendaraan pribadi agar beralih menggunakan kendaraan umum.
Contoh ruas jalan di Singapura yang sudah menerapkan sistem ERP alias jalan berbayar untuk setiap kendaraan yang melintas.
Sehingga berbeda dengan jalan tol yang memiliki aturan untuk wajib membayar saat akan masuk ke suatu daerah dengan akses jalan tertentu.
Pada jalan yang menerapkan sistem ERP juga dapat dilalui oleh kendaraan roda dua. Sementara di jalan tol, kendaraan roda 2 tidak diizinkan untuk melintas.
Berikut poin-poin perbedaan antara ERP dan jalan tol:
1. Perbedaan Sistem Pembayaran
Pengendara yang hendak melintas di jalan tol wajib berhenti pada gerbang tol untuk melakukan pembayaran.
Sementara sistem tersebut tidak berlaku di ERP.
Dikutip dari laman Bobo, pada ERP akan ada sebuah alat yang dipasang pada setiap kendaraan dan juga pada ruas jalan.
Apabila sebuah mobil melintas pada jalan yang dipasang ERP, maka ERP pada mobil akan secara otomatis berkurang saldonya.
2. Perbedaan Tujuan ERP dan Jalan Tol
Dikutip dari laman ppid.jakarta.go.id, tujuan adanya sistem ERP yakni untuk strategi pengendalian lalu lintas.
Selain itu, ERP juga dijadikan untuk mengatasi kemacetan melalui pembatasan kendaraan. Sementara, jalan tol digunakan untuk mempercepat akses mobilitas dari daerah satu ke lainnya.
3. Perbedaan Saldo Pembayaran
Jika pengendara jalan tol kehabisan saldo, maka kendaraan tidak dapat melintas di jalan tersebut.
Berbeda dengan ERP, jika saldo ERP pada mobil habis, maka kendaraan tetap bisa melintasi jalan yang menerapkan sistem tersebut.
Nantinya, akan ada pencatatan data mobil dan tagihan pembayaran jalan akan dikirim langsung ke pengendara.
4. Perbedaan Tarif Pembayaran
Pada jam-jam sibuk dan padat, pada jalan yang menerapkan ERP akan dikenakan tarif yang lebih tinggi dibandingkan dengan jam-jam kosong.
Dikutip dari laman jdih.maritim.go.id, penyesuaian tarif jalan tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi dan evaluasi terhadap pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol.
Dalam kondisi tertentu, Pemerintah dapat melakukan penyesuaian tarif di luar 2 (dua) tahun sekali.
Baca juga: Mengenal ERP, Aturan Jalan Berbayar yang Akan Berlaku di Jakarta
Manfaat dan Dampak Penerapan ERP
Dikutip dari repository.umy.ac.id, menurut Dinas Perhubungan DKI Jakarta (2021), manfaat ERP di antaranya:
1. Pemerintah:
- Menurunkan tingkat kemacetan.
- Pendapatan baru dari sektor lalu lintas bertambah.
- Mempermudah batasi lalu lintas.
- Pengalihan moda trasnportasi kendraan pribadi untuk penggunaan angkutan umum.
- Meningkatkan efektifitas dan penghematan dari manejemen permintaan.
2. Pengendara:
- Nyaman dalam berkendaraan
- Perjalanan yang ditempuh tepat waktu
- Memudahkan dalam berpindah moda ke angkutan umum
- Kemudahan dalam berteransaksi
3. Masyarakat:
- Mengurangi tingkat polusi udara yang diakibatkan oleh asap kendaraan
- Berkurangnya kebisingan yang diakibatkan perpindahan moda ke angkutan umum.
- Meminimalisir kerugian ekonomi akibat kemacetan lalulintas.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.