Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polda Metro Jaya Ungkap Sosok Bripka Madih yang Sebenarnya

Polda Metro Jaya kemudian menelusuri sosok Bripka Madih dan kasus sengketa tanah milik orangtuanya.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Polda Metro Jaya Ungkap Sosok Bripka Madih yang Sebenarnya
Tangkap Layar
Bripka Madih, anggota Provost Polsek Jatinegara Jakarta Timur, mengaku dimintai uang Rp 100 juta oleh oknum anggota Polda Metro Jaya saat melaporkan penyerobotan tanah milik orangtuanya oleh pengembang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi diperas polisi.

Itulah pengakuan Bripka Madih, Anggota Provos Polsek Jatinegara Jakarta.

Bripka Madih jadi  sorotan lantaran mengaku diperas seorang penyidik Polda Metro Jaya saat mengurus kasus sengketa tanah milik orangtuanya.

Dugaan pemerasan dan pungli ini mencuat setelah video "polisi peras polisi" beredar di media sosial dan jadi viral.

Dalam video itu,, Bripka Madih yang menggunakan pakaian dinas lengkap marah-marah di depan komplek perumahan di kawasan Jatiwarna, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Polda Metro Jaya kemudian menelusuri sosok Bripka Madih dan kasus sengketa tanah milik orangtuanya.

Baca juga: Polda Metro Jaya Rencanakan Konfrontasi Bripka Madih dengan Penyidik yang Disebut Minta Uang Pelicin

Berikut penjelasan Polda Metro mengenai sosok Bripka Madih

BERITA REKOMENDASI

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko Bripka Madih adalah polisi bermasalah.

Bripka Madih sudah tiga kali diadukan masyarakat ke Propam Polda Metro Jaya.

Dua diantaranya soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Laporan pertama dilayangkan SK, istri Bripka Madih terkait KDRT pada tahun 2014.

Laporan tersebut diproses hingga berujung pada putusan pelanggaran disiplin dalam sidang Kode Etik Profesi Polri pada tahun 2022.


"Istri sahnya atas nama SK sudah cerai pertama, terkait KDRT ini 2014 dan putusanya melalui hukuman putusan pelanggaran disiplin," ujar Trunoyudo, Jumat (3/2/2023), dikutip dari Kompas.TV.

Bripka Madih kembali menikah untuk yang kedua kalinya dengan seorang wanita berinisial SS.

SS kemudian melaporkan Madih dengan kasus yang sama yakni KDRT pada Agustus 2022.

Laporan tersebut diterima Polsek Pondok Gede dengan nomor laporan LP B/661/VIII/2022 soal pelanggaran kode etik.

SS juga mempertanyakan tunjangan istri secara kedinasan.

Diketahui Bripka Madih tidak melaporkan pernikahan yang kedua kalinya ke Korps Bhayangkara.

"Pada 22 agustus 2022 dilaporkan lagi oleh istrinya yang kedua yang tidak dimasukkan atau dilaporkan secara kedinasan. Artinya mengadukan tidak mendapat tunjangan secara kedinasan," ujar Kombes Trunoyudo.

Laporan ketiga datang dari Viktor Edward Haloho, pada 1 Februari 2023.

Madih dilaporkan lantaran diduga melakukan pendudukan lahan dan pengerahan massa yang meresahkan orang lain.

Kombes Trunoyudo menjelaskan Bripka Madih yang menggunakan pakaian dinas Polri membawa beberapa kelompok massa sehingga menimbulkan keresahan di Perumahan Premier Estate 2.

Bripka Madih juga mendirikan pos dan pelang, yang mengganggu aktivitas para pengguna jalan lainnya untuk menduduki lahan tersebut.

"Ini tidak dibenarkan soal anggota polisi, dan dia bukan sebagai eksekutorial, tidak punya otoritas seperti itu, tentu ini akan didalami Kabid Propam," ujar Trunoyudo.

Kasus sengketa tanah

Lebih lanjut Kabid Humas juga mendalami kasus sengketa tanah orang tua Madih serta dugaan pemerasan oleh oknum penyidik Polda Metro Jaya.

Hasil penelusuran ada tiga tiga laporan terkait sengketa tanah yang dilakukan oleh orang tua Bripka Madih.

Salah satunya pada tahun 2011 dengan pelapor Halimah, ibu Madih.

Kemudian terdapat bukti bahwa ayah Madih, Tonge telah menjual tanah miliknya pada rentang tahun 1979-1992.

Hal tersebut, berdasarkan pemeriksaan Inafis terkait cap jempol dalam akta jual beli (AJB). Cap jempol pada AJB tersebut identik dengan Tonge, ayah Madih.

"Jadi pada saat penjualan orang tuanya atau ayahnya, yang bersangkutan (Madih) kelahiran 1978, berarti (Madih) masih kecil (saat itu)," ujar Trunoyudo.

Selanjutnya laporan tahun 2011 penyidik sudah melakukan langkah dan belum ditemukan suatu perbuatan melawan hukum.

Trunoyudo menambahkan akan memanggil Madih untuk dikonfrontir dengan oknum penyidik yang meminta sejumlah uang.

Diketahui oknum penyidik tersebut sudah purna tugas dari Kepolisian RI.

"Akan melakukan konfrontasi antara Bripka M dan penyidik berinisial TG yang saat ini sudah purna tugas," ujar Trunoyudo.

Penjelasan Bripka Madih

Bripka Madih terang-terangan menuding penyidik Polda Metro Jaya yang memerasnya.

Penyidik polisi dengan inisial TG dengan level Perwira AKP (Ajun Komisaris Polisi) disebut Bripka Madih telah memeras dan minta pelicin uang sebesar Rp100 juta.

Tapi, Bripka Madih yang merupakan anggota Provos Polres Jatinegara menolak keras.

Dia melaporkan atas dugaan penyerobotan tanah milik keluarganya, malah kena peras polisi, padahal ia juga anggota Polri dan dilakukan peristiwa itu terjadi di markas Polda Metro Jaya.

Bahkan, AKP TG disebut Madih juga sempat mengancam tidak akan proses laporan Bripka Madih jika tidak memberi uang pelicin.

Uang pelicin itu disebut untuk pengurusan sengketa tanah warisan keluarganya yang memiiliki luas 3.600 meter persegi.

"Ya menolak lah, masa anggota polisi mau dioknumi polisi," tuturnya, Jumat (3/1/2023) di Sapa Petang Kompas TV.

Bripka Madih lantas menyebut, laporan yang ia buat di Polda Metro sampai kini tidak ada perkembangan sampai ia buat video dan lantas viral.

"Dia menjanjikan kalau kita memberikan hadiah 1.000 meter persegi dan Rp100 juta, dia akan memproses (laporan). Jika tidak diberikan, dia mengancam tidak akan diproses, dan ternyata nyata nih, sampai 2023 tidak berproses," ungkap Bripka Madih.

Meski begitu, ia mengaku tidak punya bukti rekaman dugaan pemerasan tersebut karena ketika masuk ruangan, oleh penyidik dilarang bawa alat komunikasi.

Padahal, dalam penuturannya, Bripka Madih dipanggil langsung ke Polda Metro terkait laporannya terhadap tanah yang disebutnya diserobot pengembang.

"Saat saya diminta masuk ke ruangan itu saya enggak boleh bawa HP. Padahal di awal 'Dih bisa gak ke Polda', 'Tujuannya apa?', 'untuk pemeriksaan berkas'," cerita Bripka Madih.

Kata Madih, ia curiga memang sengaja mau diperas, makanya tidak boleh masuk ke ruangan penyidikan Polda Metro dengan membawa ponsel miliknya.

"Mungkin tujuan dia seperti itu, pada saat dia minta kita enggak boleh ngerekam," lanjutnya.

Atas usaha laporannya dan dugaan pemerasan, Bripka Madih sudah lapor sampai ke Mabes Polri, tapi nihil. Ia pun kecewa.

Sumber: Kompas.TV/Tribunnews.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas