Gus Jazil Usulkan UU ITE Dirombak Total, Transaksi dan Informasi Elektronik Dipisah
Antara transaksi elektronik dengan informasi elektronik dipisah secara sendiri-sendiri karena keduanya merupakan sesuatu yang berbeda.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengusulkan agar Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dirombak total. Antara transaksi elektronik dengan informasi elektronik dipisah secara sendiri-sendiri karena keduanya merupakan sesuatu yang berbeda.
”Menurut saya pribadi, ini dirombak total. Jadi dipisahkan saja soal transaksi elektronik dengan informasi elektronik,” ujarnya, Jumat (19/2/2021).
Menurutnya, apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan adanya revisi UU ITE, muncul berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang berkembang di masyarakat. Sebab, menurutnya, ketika undang-undang ini diputuskan, saat itu awalnya memang untuk menjawab adanya berbagai kejahatan elektronik seperti terjadinya transaksi palsu atau penipuan elektronik dan lainnya.
”Makanya ketika awal undang-undang ini diputuskan, belum memasukkan unsur mendistribusi apa nama yang terkait dengan pencemaran nama baik,” urainya.
Dikatakan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB ini, persoalan seperti menyangkut soal penghinaan atau pencemaran nama baik itu sangat multitafsir. Karena itu, Presiden mengusulkan untuk direvisi undang-undang.
”UU ini sejatinya awalnya lebih pada titik tekannya itu transaksi elektronik, tapi yang muncul justru lebih banyak pada pemidanaan kepada mereka yang aktif di dunia elektronik,” urainya.
Akibatnya, kata Gus Jazil, pemerintah kerap dianggap menggunakan UU ITE tersebut untuk melakukan pengendalian informasi dan senjata untuk menentang kebebasan berekspresi.
Gus Jazil mengatakan bahwa usulan revisi UU ITE hingga saat ini belum masuk pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. UU ini ramai dibahas karena menyusul banyak laporan bahwa penggunaan UU ini sering dianggap pemerintah diskriminatif, melakukan pengekangan atau represi kepada mereka yang kritis pemerintah.
”Atas dasar itu, pemerintah dalam hal ini Presiden ingin lebih mendudukkan UU ITE ini dengan melakukan revisi,” urainya.
Wakil Ketua Umum DPP PKB ini mengatakan, sebaiknya saat ini Pemerintah segera memasukkan draf revisi UU ITE kepada DPR. ”Saya yakin teman-teman, semua fraksi, dari pernyataannya akan setuju dengan undang-undang revisi ini. Tetapi per hari ini, kalau lihat apa namanya di list Program Legislasi Nasional tahun 2021, revisi UU ITE belum masuk,” paparnya.
Pihaknya mengapresiasi keinginan Presiden untuk merevisi UU ITE. Karena itu, jika Pemerintah sudah memiliki draf revisi UU tersebut maka bisa langsung dimasukkan ke Badan Legislatif DPR atau komisi yang berkaitan dengan informasi publik yakni Komisi I. Selanjutnya, bisa dibahas naskah perubahan, sekaligus melakukan sinkronisasi dan sosialisasi pembahasan sampai pada keputusan pasal mana saja yang akan dicabut, direvisi atau ditetapkan kembali.
”Tetapi kalau kita refleksi semuanya, memang kita perlu undang-undang yang baru karena undang-undang ini lagi yang nanti kita revisi, lagi tidak akan jauh berbeda karena antara awal dengan ujungnya itu terputus. Disitu ada transaksi elektronik, sementara dalam revisi pada pasal perubahan tahun 2016 yang disebutkan dari pasal 26, 27, 28, 29, itu semua soal distribusi dan transmisi informasi, bukan transaksi,” urainya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan keinginannya agar implementasi UU tersebut menjunjung prinsip keadilan, pihaknya meminta DPR untuk merevisi UU tersebut jika implementasi UU ITE yang berkeadilan itu tidak dapat terwujud.
”Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-undang ITE ini,” kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021) lalu.
Jokowi meminta DPR agar menghapus pasal- pasal karet yang ada di UU ITE karena pasal-pasal itu menjadi hulu dari persoalan hukum UU tersebut. ”Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” ujar Jokowi.