Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan: Satgas BLBI adalah langkah yang tepat pengembalian uang BLBI
Syarief Hasan mendukung pembentukan Satuan Tugas Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) melalui penerbitan Kepres 6 2021
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan mendukung pembentukan Satuan Tugas Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) melalui penerbitan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021. Pasal 1 Keppres ini mengamanatkan pembentukan Satgas BLBI adalah dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti. Ini adalah kelembagaan baru yang dibentuk khusus menangani skandal BLBI setelah pada tahun 1998 silam, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
“Saya kira ini langkah yang baik dari pemerintah. Skandal BLBI pernah menjadi salah satu kerugian negara terbesar dan kasusnya juga masih berlarut-larut sejak pengucuran dana bantuan tahun 1997/1998 silam. Dana yang dikembalikan juga masih sangat minim. Ini tentu menjadi piutang negara yang harusnya dapat digunakan untuk dana pembangunan. Namun yang penting menjadi catatan, jangan sampai pembentukan Satgas ini minim keberhasilan. Bukannya dana negara yang kembali, tetapi negara mesti membayar gaji dan upah pegawainya,” ungkap Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini.
Lebih lanjut politisi senior Partai Demokrat ini mengapresiasi penyitaan aset berupa 49 bidang tanah yang tersebar di berbagai kota, yang nilainya ditaksir mencapai Rp 1,3 triliun. Ini adalah kemajuan yang baik. Namun tentu belum bisa dikatakan berhasil. Uang negara yang mesti dikembalikan setidaknya sebesar Rp 110 triliun dari 22 obligor yang tidak membayar utangnya. Selain itu, pemerintah mesti lebih tegas, tidak pandang bulu, sekaligus berhati-hati dalam menyikapi skandal ini.
“Jangan sampai pemerintah mengulangi kesalahan yang sama, yakni mengobral Surat Keterangan Lunas (SKL) yang berakibat negara merugi triliunan rupiah seperti yang pernah terjadi beberapa tahun silam. Ini harus menjadi catatan, bahwa pembentukan Satgas saja tidak cukup. Pemerintah mesti transparan dan akuntabel dalam melakukan penanganan dan pemulihan hak negara. Atas sejumlah dana yang berhasil dikembalikan dan aset yang disita, haruslah sebanding nilainya dengan jumlah dana yang dikeluarkan negara,” tegas Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini.
Sebagaimana diketahui, skandal BLBI telah melahirkan sejumlah skandal baru. Pada tahun 2017, KPK menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Temenggung sebagai tersangka penerbitan SKL yang menghilangkan hak tagih negara sebesar Rp 4,58 triliun. Meskipun Mahkamah Agung kemudian membebaskan mantan Kepala BPPN ini dari jeratan hukum, yang juga dikuatkan dengan penolakan peninjauan kembali yang diajukan KPK dan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), sesungguhnya kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun ini nyata adanya.
Menurut Syarief, pembentukan Satgas ini tentu menjadi pertanyaan sekaligus harapan publik. Setelah bertahun-tahun skandal BLBI ini belum juga terurai dengan tuntas, dengan semua skandal lain yang juga mengiringinya, tentu publik akan bertanya sejauh mana efektivitas dan keberhasilan Satgas yang baru dibentuk ini. Memang, publik menantikan ketegasan dan keseriusan pemerintah dalam menyeret pelaku pengemplang dana BLBI ke depan hukum, atau setidaknya kerugian negara dapat ditebus.
“Saya termasuk yang optimis bahwa pembentukan Satgas ini membawa harapan untuk pengembalian uang negara. Tentu kuncinya adalah komitmen, ketabahan, konsistensi, dan transparansi kerja-kerja investigasi hukum. Negara tidak boleh kalah dalam menegakkan hukum. Sebab jika tidak, Satgas yang dibentuk ini justru hanya akan menghamburkan duit negara untuk pelaksanaan operasional lembaga. Jika ini yang terjadi, pertaruhannya adalah kewibawaan negara akan merosot di mata rakyat,” tutup Syarief.(*)