Berkunjung ke Palembang, Gus Jazil Ajak Hidupkan Cagar Budaya Benteng Kuto Besak
Dikatakan Gus Jazil, karya sejarah seperti Benteng Kuto Besak perlu untuk mendapatkan penghargaan
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG – Benteng Kuto Besak adalah bangunan keraton yang pada Abad XVIII menjadi pusat Kesultanan Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel). Gagasan mendirikan Benteng Kuto Besak diprakarsai Sultan Mahmud Badaruddin I yang memerintah pada tahun 1724-1758 dan pelaksanaan pembangunannya diselesaikan penerusnya, Sultan Mahmud Badaruddin yang memerintah pada tahun 1776-1803.
Sayangnya, Benteng Kuto Besak yang seharusnya menjadi kekayaan sejarah Kesultanan Palembang, kini hanya jadi ”pajangan” dan hanya bisa dinikmati dari bagian luar saja sementara pada bagian dalamnya tertutup karena terdapat perkantoran TNI/Kodam II Sriwijaya.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan, Benteng Kuto Besak adalah kekayaan sejarah Kesultanan Palembang yang terlupakan dan nyaris tenggelam. ”Benteng Kuto Besak ini saya juga baru tahu. Di Sumsel ini yang dikenal Jembatan Ampera. Padahal Benteng Kuto Besak ini lebih punya sejarah dibanding Jembatan Ampera. Ini bukan hanya soal kemegahan bangunan, tetapi sejarah itu dibangun pada waktu ketika itu, dimana salah satu prestasi besar Palembang ketika itu yaitu Benteng Kuta Besar,” ujar Gus Jazil–sapaan akrab Jazilul Fawaid–di sela acara Penyerahan SK dan Penandatanganan Pakta Integritas serta Coaching Clinic dan Pencalegan Dini DPW PKB Sumsel di Kota Palembang, Senin (27/9/2021).
Dikatakan Gus Jazil, karya sejarah seperti Benteng Kuto Besak perlu untuk mendapatkan penghargaan. Apalagi, jika menilik sejarah lahirnya bangsa ini, dulu raja-raja rela untuk bergabung menjadi satu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara sukarela.
Karena itu, kata Gus Jazil yang juga Wakil Ketua Umum DPP PKB, pihaknya akan memperjuangkan agar Benteng Kuto Besak bisa lebih dihidupkan lagi dan dirawat serta dikembangkan sebagai potensi dan kekayaan sejarah yang bisa membanggakan wara Palembang khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya.
”Bahkan orang Palembang pun mungkin tidak tahu apalagi saya. Ini perlu dimasukkan sebagai cagar budaya, dan itu ada dana pemeliharaan dari pusat. Apalagi jika kita punya desain pengelolaan yang bagus, bisa menjadi sumber penghidupan masyarakat. Lebih dari itu, kebanggaan sejarah itu yang tidak bisa dibandingi daerah-daerah lain. Sejarah itu tidak bisa dimiliki tempat lain,” katanya.
Bahkan, Gus Jazil mengkhawatirkan kalau Benteng Kuto Besak tidak ada dalam buku sejarah pelajaran tingkat sekolah dasar di wilayah Sumsel. ”Di buku-buku anak sekolah harus disampaikan. Ini bukan soal bentengnya, tapi soal kepahlawanan, perjuangan, partriotisme, harga diri, ada semua disitu. Itu pentingnya sejarah. Kalau kita sendiri tidak bisa menghargai sejarah kita sendiri, kita tak akan pernah punya harga diri. Ini penting,” tuturnya.
Perjuangan untuk menjadikan Benteng Kuto Besak sebagai cagar budaya dan kekayaan bangsa, kata Gus Jazil, bukan hanya menjadi tanggungawab warga Sumsel, tapi tanggungjawab Indonesia. ”Ini nilai sejarah yang tidak bisa digantikan. In harus diperjuangkan untuk mengembalikan memori kolektif Sumsel. Kesejarahan Sumsel menjadi bagian yang harus diteladani seluruh bangsa Indonesia,” urainya.
Untuk memanfaatkan Benteng Kuto Besak (BKB) secara maksimal, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama Palembang, R.M.Fauwaz Diradja terus berupaya meminta dukungan politik untuk mengelola BKB dan peninggalan kesultanan lainnya di Bumi Sriwijaya. (*)